Jul 25, 2017


Produk ini mungkin tidak banyak yang tau, ya. Saya sendiripun juga baru pertama kali ini dengar produk Creme 21 dan baru pertama kali ini juga mencobanya.

Saya beli produk ini setelah tidak sengaja lihat di toko dekat rumah saya. Sebenarnya saya tertarik beli produk di sebelahnya, yaitu Glysolid, yang bentuknya super jadul itu. Entah kenapa saya suka mencoba produk yang mungkin sudah ada sejak jaman nenek saya masih muda. Nah, Glysolid itu, kalau dilihat dari tampilannya, sepertinya produk itu memang produk klasik. Tapi setelah saya ke toko itu lagi, Glysolid nya habis. Akhirnya, jadilah saya membeli produk serupa: Creme 21.



Ternyata, sama seperti Glysolid, Creme 21 ini juga produk asal Jerman dan sama-sama produk klasik. Waktu saya iseng ketik Creme 21 di Youtube, keluarlah iklan produk ini yang sepertinya iklan keluaran tahun 70-an. Karena seperti yang saya bilang, saat tau kalau produk ini juga keluaran jadul, saya malah semakin suka. Jangan tanya kenapa karena alasan saya sebenarnya agak absurd, sih, soalnya saya merasa dengan menggunakan produk jadul saya merasa kembali ke masa lalu dan membuat saya merasakan 'sensasi' hidup pada jaman itu (don't laugh!) Oh iya, karena Creme 21 ini aslinya produk Jerman, di negaranya di baca Creme Ein und Zwanzig.

Creme 21 ini adalah krim pelembab yang bisa digunakan di gunakan di seluruh tubuh termasuk wajah untuk melembabkan kulit dan mencegahnya dari dehidrasi. Teksturnya kental, seperti Viva Skin Food tapi versi yang lebih kental lagi. Kalau di pakai di kulit, akan terasa berminyak sebentar lalu setelah di usap rata krim ini akan menyerap ke kulit dengan sendirinya, jadi tidak akan terasa lengket di kulit. Menurut saya, kemampuan melembabkannya oke ditambah krim ini juga tidak menimbulkan efek lengket di kulit setelah diaplikasikan secara merata. Saya biasanya menggunakan krim ini di siku, lutut, tangan, kuku dan pada bagian kulit yang rentan terasa kering. Untuk pemakaian di wajah, saya biasanya pakai kalau kulit wajah saya terasa kelewat kering saja, jadi saya tidak pakai setiap hari. Tapi sejauh ini, krim ini tidak menimbulkan breakout di wajah saya dan cukup membantu melembabkan, apalagi di saat cuaca dingin seperti sekarang.


Karena namanya juga all-day-cream, Creme 21 bisa dipakai setiap saat. Jadi meskipun teksturnya berat, walaupun pemakaian di siang hari kulit saya tidak terasa lengket saat pakai krim ini. Tapi biasanya, saya lebih suka pakai krim ini malam-malam sebelum tidur, jadi saya bisa lebih telaten menggunakannya dibandingkan pagi saat saya biasanya harus buru-buru. So, terserah kalian mau pakai krim ini kapan saja.

Price: Rp 18.000 (ukuran mini: 50 ml)

Plus Side:
+ Murah
+ Intensif melembabkan kulit
+ Tidak lengket
+ Mudah menyerap ke kulit, terutama saat kulit sedang kering

Minus side: Saya rasa tidak ada, hanya saja krim ini sepertinya agak susah di cari.

Rate: 4.5 / 5

Jul 24, 2017


Ini nih, pensil alis yang disebut-sebut sebagai pensil alis sejuta umat di Indonesia. Bahkan penulis Indonesia favorit saya, Dee Lestari, juga sempat me-mention pensil alis ini di blognya, lho!


Sebelum pensil alis ini begitu populer, sebenarnya saya sudah sering melihatnya di etalase-etalase toko. Tapi waktu jaman itu rasanya segala hal tentang alis bukan suatu fenomena seperti sekarang, deh. Waktu jaman itu rasanya saya masih bocah juga, jadi dunia pensil alis masih jauh dari pikiran saya dan prediksi tren dunia. Padahal mungkin waktu itu harga pensil alis ini belum kena inflasi, ya.. xD 

Sepertinya juga harga pensil alis ini jauh melonjak setelah banyak yang mengakui kehebatannya. Terbukti harganya melonjak sampai ke angka hampir tiga puluh ribuan sekarang. Kalau dulu mungkin tidak sampai segituan ya, tapi seperti yang saya bilang, harga naik pasti karena kualitasnya sudah terbukti, dong.

Cerita sedikit, meskipun saya demen pakai produk dari Viva Cosmetics tapi entah kenapa tidak terpikirkan buat saya untuk mencoba si-pensil-ajaib ini sebelumnya. Mungkin waktu itu saya masih cuek sama alis, hingga dunia tampaknya mulai mengusik ketenangan jiwa saya. Semenjak Cara Delevingne tampil dengan alis gondrong, dunia sepertinya jadi terobsesi bikin alis seperti itu dan parahnya tren seperti ini cukup mengintimidasi orang-orang beralis apa adanya (baca: tipis) seperti saya ini. Kemana-mana sepertinya orang selalu memention alis tipis saya sampai saya enggak enak hati (hiperbola). Saat itulah saya sadar kalau sepertinya saya harus beli pensil alis untuk mempercantik tampilan alis saya.

Oke, sebelum memutuskan beli, saya sebenarnya sudah sempat pinjam pensil alis viva punya adik saya terlebih dulu (karena sepertinya adik saya yang lebih dulu 'ngeh' dan peduli sama dunia alis-mengalis), dan ternyata saya cocok dengan warna coklat kemerahan khas pensil alis ini. Atas rekomendasi adik saya juga akhirnya waktu beli saya enggak ragu lagi dan langsung memilih pensil alis ini sebagai korban saya berikutnya.


Mungkin menurut beberapa orang warnanya agak terlalu merah, ya. Di saya pun kalau pakainya agak tebal warna kemerahannya jadi terlihat sekali. Jadi saya biasanya pakainya tipis-tipis saja. Paling tidak untuk memberikan kesan alis natural sudah cukup. Lagipula, saya juga tidak terlalu suka menggunakan pensil alis tebal-tebal karena menurut saya wajah saya malah terlihat seram kalau alisnya tebal dan jatuh-jatuhnya terlihat tidak natural. 


Tekstur pensil ini keras, jadi mudah sekali digunakan untuk membentuk alis dan mengarsirnya. Tapi meskipun keras, mengaplikasikannya tidak menyakitkan, kok. Pokoknya, untuk pemula (seperti saya), bikin alis jadi terasa lebih mudah dengan tekstur pensil alis seperti ini karena teksturnya memudahkan kita untuk mengatur ketebalan warnanya sesuai dengan yang kita inginkan.

simulasi alis di tangan saya
Untuk staying power, warnanya cukup tahan lama. Simulasi alis di tangan saya itu bertahan bahkan setelah di basuh air. Kalau di gosok-gosok warnanya baru akan hilang. Hal yang sama sepertinya juga berlaku di alis sungguhan karena warnanya ternyata bertahan cukup lama di alis saya. 

Price: Rp 28.500 

Plus Side:
+ Staying power buat saya cukup oke
+ Warnanya cocok di kulit saya
+ Buat saya, pemakaian pensil ini awet sekali. Sejak beli awal bulan Juli, ini baru kedua kalinya saya menyerut pensil alis ini.
+ Affordable karena harga sesuai dengan kualitas yang di dapatkan. 
+ Ujung pensil tidak mudah patah
+ Sudah dilengkapi tutup.

Minus Side: 
- Warnaya coklat kemerahan, jadi mungkin akan kurang cocok di beberapa tone / warna kulit.

Rate:  4.5 / 5


Jul 22, 2017


Awal membeli buku ini karena tertarik pada judulnya dan dari sekelumit cerita yang menggantung di sampul belakangnya. Bercerita tentang seorang psikiater bernama Hector dan keingintahuannya untuk mencari kebahagiaan hingga ia nekat berkelana ke Negeri Cina, Afrika dan Amerika hanya untuk mempelajari arti kebahagiaan itu sendiri.


Sebagai seorang happiness seeker, saya langsung tertarik pada buku ini. Pertama, karena saya ingin tau arti kebahagiaan apa yang Hector pelajari selama pejalanannya di tiap negara yang ia jelajahi. Kedua, karena Hector seorang psikiater dan saya ingin tau lebih banyak tentang psikologi dan arti kebahagiaan dari sudut pandang seorang psikiater. Ketiga, karena saya ingin tau mengapa Hector sampai rela menjelajah ke banyak negara hanya untuk mengetahui hal sederhana tapi kompleks: kebahagiaan. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya pergi ke kasir dan membelinya.

Menurut saya buku ini enak dibaca, banyak cerita lucu yang menggelitik saya sesekali. Tapi sayangnya, saya tidak menemukan arti kebahagiaan menjadi sesuatu yang menonjol dalam cerita ini, padahal bukunya soal seorang pria yang mencari kebahagiaan.

Saya tau kalau laki-laki merupakan makhluk yang mudah dibuai oleh keindahan visual, tapi Hector sepertinya mudah sekali tertarik pada kecantikan wanita dan dalam cerita ia seringkali diam-diam memuji kecantikan wanita yang ditemuinya di setiap tempat. Hal ini membuat saya sedikit kesal pada Hector yang tampaknya mudah sekali 'keluar jalur' sehingga menimbukan kesan implisit kalau Hector bukan seorang happiness seeker, tapi lebih seperti seorang pleasure seeker.

Dari cuplikan di sampul belakang buku saya mengharapkan perjalanan Hector ke berbagai negara akan seperti cerita Lis dalam Eat, Pray, Love -spiritual, emosional- cerita tentang bagaimana ia menjadi orang asing yang harus survive dan menemukan kebahagiaan juga jati dirinya di negeri yang sama sekali asing baginya. Saya juga membayangkan Hector akan menceritakan bagaimana ia tersesat di gang-gang rumit di Cina, berlarian dengan anak-anak kecil di tanah Afrika atau membayangkan Hector duduk di kursi sebuah taman di Amerika lalu secara tidak sengaja menemukan arti kebahagiaan setelah mengamati pasangan tua yang duduk di seberangnya. Tidak, nyatanya Hector belajar tentang arti kebahagiaan dengan cara yang berbeda.


Tapi ada hal yang saya setujui dari Hector tentang konsep kebahagiaan yang ia sebut di awal: manusia sering merasa bahwa ia tidak cukup bahagia, seakan-akan ada sesuatu yang lebih pantas untuknya di luar sana dibandingkan yang ia miliki sekarang. Hal itu membuat manusia tidak lagi puas pada hidupnya dan membuatnya less-happy. Hector sendiri sepertinya demikian. Hector diceritakan memiliki hidup bahagia sebelum akhirnya tergelitik untuk merasa tidak bahagia hingga ia nekat pergi jauh hanya untuk menjadi bahagia, padahal sebelumnya ia sudah sangat bahagia! (No, that's not a riddle!) In this case, we just like him. Kita suka cari masalah sendiri dengan merasa tidak bahagia, padahal kalau kita mau membuka mata tidak ada alasan bagi kita untuk merasa tidak bahagia sekarang. 'Just don't think too much about something uncertain when you already have what you need', kira-kira begitulah kesimpulan yang dapat saya (secara pribadi) tarik setelah menyelesaikan buku ini.

Pada akhirnya, buku ini cukup menarik dibaca, karena meskipun tidak sesuai bayangan saya, nyatanya buku ini masih memuat beberapa sudut pandang yang menarik soal arti kebahagiaan yang mungkin belum pernah kita pikirkan sebelumnya.

Maybe we can learn something from Hector.

Jul 17, 2017


Seperti yang saya sudah sering bilang, saya itu suka banget hunting produk kosmetik lokal. Menurut saya, setidaknya kita harus memberikan tempat di hati kita untuk produk negeri sendiri karena menurut saya, setelah sekian lama coba-coba merk lokal, ternyata hasilnya juga enggak kalah, kok, dengan produk luar (tapi jangan bandingkan produk lokal kita dengan merk high end punya luar, dong, ya!) Coba bandingkan produk lokal kita dengan produk drugstore punya luar. Percaya, deh, produk lokal itu enggak kalah, kok. :)

Nah, setelah coba Fanbo Gold Deluxe Compact Powder dan ternyata cocok, saya tertarik banget untuk mencoba produk Fanbo yang lain. Setelah menimbang-nimbang (lebay) akhirnya pilihan saya jatuh pada produk lipstick.

Waktu ke toko kosmetik, saya tau kalau saya mau cari lipstick Fanbo, tapi saya enggak tau mau cari shade yang seperti apa. Waktu itu, saya naksir yang nomor berapa, ya, saya lupa tapi di last minute saya langsung ganti pilihan saya ke nomor 10 ini. Entah karena apa.


Sampai di rumah, coba dulu ternyata cocok warnanya di saya tapiii setelah saya ingat-ingat lagi, shade lipstick saya rata-rata berwarna seperti ini! Saya bongkar-bongkar tas make up saya dan ternyata benar, saya menambah satu lagi koleksi warna lipstick yang sama dari merk yang berbeda! (Nanti saya bikin post swatch lipstik-lipstik pink saya, deh, ya)

Entahlah, pokoknya setiap kali beli lipstick atau lip cream atau apalah (sampai warna kuteks!), warna-warna beginilah yang biasanya saya pilih tanpa saya sadari. Kalaupun saya berdebat dalam diri, ujung-ujungnya saya pasti kembali ke pilihan warna ini. Mungkin dalam jiwa saya, saya memang suka warna-warna seperti ini, ya?


Kembali ke lipstick ini, kalau dilihat dari kemasannya cukup bagus. Kemasannya yang berwarna merah tua dipadu dengan warna emas pada bagian ulirnya membuat kesan lipstick ini terlihat mewah dan rada klasik.


Kalau dari tekstur, lipstick ini creamy dengan sentuhan shimmer dari glitter berukuran mikro. Tapi efek glittery-nya tidak terlalu terlihat, kok, setelah di-apply di bibir. Warna setelah di swatch seperti foto di bawah, which is cantik banget dan itu cuma sekali pulas sudah keluar warnanya.


Kalau di bibir saya, warnanya jadi seperti warna bibir dan natural sekali. Saya rasa, buat kalian yang baru belajar pakai make-up atau buat kalian yang lebih prefer ke make-up yang natural seperti saya, lipstick ini cocok banget untuk digunakan sehari-hari karena warnanya yang lembut dan natural.

Lipstick ini juga dilengkapi dengan kandungan pelembabnya, jadi meskipun pakai lipstick ini bibir saya tetap moist. Tapi, karena lipstick ini termasuk lipstick yang creamy, jangan harap lipstick ini tahan lama, ya, jadi harus sering-sering touch up. Lipstick ini juga mudah transfer, jadi jangan kaget juga kalau lipstick ini transfer di mana-mana, misal di pinggir gelas setelah minum.

Menurut saya, kelemahan mudah transfer dan staying powernya yang kurang oke terkalahkan dengan warnanya yang cantik dan kemampuannya yang melembabkan. Lipstick ini sendiri jadi salah satu lipstick yang selalu saya pakai setiap hari.

Price: Rp 25.000

Plus side:
+ Affordable
+ Moisturizing
+ Kemasan cukup kokoh dan cantik
+ Warna keluar bahkan hanya sekali pulas
+ Warna yang ini cantik dan natural

Minus side:
- Staying power kurang oke
- Mudah transfer
- Wanginya kurang saya suka

Rate: 4/5

Jul 16, 2017


Rasanya tidak berlebihan kalau saya bilang kepercayaan diri merupakan makeup terbaik. Bila kita percaya diri, kecantikan ikut terpancar dari dalam diri kita. Kepercayaan diri memancar melalui matamu, jadi tidak salah kalau orang bijak bilang mata mencerminkan jiwamu. Dengan percaya diri, we become fearless, yet irresistible and charming, and it shows from our eyes.

Saya seringkali bertanya dalam hati bagaimana seseorang bisa tampil mempesona. Seperti model-model dalam cover majalah itu. Seperti tokoh-tokoh yang dikagumi. Atau mungkin orang-orang terdekat kita. Beberapa dari mereka bahkan tidak tersenyum dalam foto-foto mereka tapi mereka tetap bisa tampil 'sempurna', jadi mungkin senyum bukanlah jawaban utamanya. Setelah cukup lama mempertanyakannya, akhirnya saya tau jawabannya: itu karena mereka percaya diri and it shows from their eyes. 

Dan ketika kamu percaya diri, senyummu -dan semua hal yang kamu lakukan- akan selalu diingat sampai kapanpun. 


Tapi bukan hal mudah untuk menjadi percaya diri. Saya tau, saya sendiri merasakannya. Namun saya sadar satu hal: tak peduli bagaimana bentuk tubuhmu, bagaimana cantikmu, bagaimana pintarmu, bagaimana sempurnanya dirimu, namun bila kamu tidak percaya diri, dunia tidak akan pernah tau. Jadi percaya dirilah dan berbanggalah terhadap dirimu apa adanya. Percaya dirilah, tak peduli bagaimana bentuk tubuhmu, bagaimana cantikmu, dan bagaimana adanya dirimu. Love yourself first because if you do, confidence shows within you.


Jul 12, 2017


Dulu (waktu masih bocah) saya skeptis sekali sama yang namanya hair oil. Waktu itu menurut saya hair oil malah hanya akan menambah masalah. Bisa-bisa rambut jadi lepek, begitu pikir saya. Tapi itu dulu. Setelah sekarang saya sudah semakin dewasa, rambut saya ternyata tidak se-oily waktu SMP dulu. Malah sekarang ujung-ujung rambut saya kering. Tidak sampai bercabang, sih, tapi karena jarang kena perawatan khusus, rambut saya mulai menunjukkan tanda-tanda kering dan kusam. Dan karena kering itulah, kalau tidak kena sentuhan catok, rambut saya kelihatan megar seperti singa. Sometimes saya jadi merasa seperti tokoh Hermione (menurut saya, lho,ya).

seperti inilah kira-kira rambut saya (menurut saya sih)

tapi mungkin orang-orang di sekitar saya melihat saya seperti ini! (bohong, kok. Saya kayak Hermione. Titik.)
Karena mulai ngeh kalau rambut saya ternyata butuh perawatan lain, akhirnya saya mencoba cari-cari perawatan rambut tambahan untuk rambut saya. Karena rambut saya cenderung kering, akhirnya pilihan saya adalah hair oil yang dulu sempat membuat saya skeptis itu. Beruntung sekali saya ketemu produk ini di rak supermarket. Saya tau produk hair care dari ellips, tapi baru kali ini menemukan yang cuticle serum. Entah apa perasaan saya aja atau memang benar, sepertinya produk ini agak susah ditemukan di Bali sini.

deskripsi dan ingredients produk
Teksturnya seperti hair oil pada umumnya, thick tapi tidak lengket. Kemasannya yang berbentuk botol ukuran 20 ml menurut saya juga enak dibawa kemana-mana dan praktis dibandingkan bentuk kapsul yang tidak bisa di simpan kalau masih tersisa.

Saya menggunakan produk ini setelah keramas (saat rambut setengah basah) dan biarkan rambut kering dengan sendirinya. Saya juga kadang kala mengaplikasikannya kalau rambut mulai terlihat megar dan terasa kering. Sejak awal pemakaian, hasil positif sudah terasa di rambut saya. Rambut terasa lembut dan sudah tidak lagi terlihat kering. Disamping itu, produk ini juga mampu meredakan rambut megar saya (senangnya!).

Setelah pemakaian yang rutin rambut saya jadi mudah diatur. Rambut saya pun juga terlihat sehat dan lebih bercahaya. Bagusnya juga, produk ini tidak lengket di rambut dan sama sekali tidak bikin rambut saya lepek. Berhubung botol pertama sudah hampir habis, saya berencana akan membelinya lagi nanti. :)

Price: Rp 18.000

Plus side:
+ Kemasan praktis
+ Efektif merawat rambut kering dan kusam
+ Memproteksi rambut dan membuatnya lebih sehat
+ Mampu mengatasi dan menjinakkan rambut ala singa masai saya
+ Pemakaian yang irit (ukuran 20 ml bisa bertahan tiga bulan lebih meskipun sering dipakai)
+ Tidak bikin rambut lepek
+ Affordable

Minus side: Tidak ada!

Rate: 5/5

Jul 10, 2017


Hari ini saya mau review salah satu produk Viva Cosmetics (lagi), tapi kali ini bukan dari perawatan kulitnya melainkan dari section makeup, yaitu Viva Fin Touch No. 4 dan 5.

Viva Fin Touch No.4 : warna orange
Ceritanya, waktu itu saya mau cari eye shadow. Terus di counter kosmetik, mata saya tertuju pada produk Viva ini. Karena suka dengan warnanya (and because I am a fan of Viva Cosmetics), tanpa babibu lagi, saya langsung beli keduanya. Terus karena di kemasannya tidak ada keterangan fin touch itu apa, jadilah saya pikir kalau keduanya itu eyeshadow tapi ternyata setelah saya lihat di websitenya, fin touch ini ternyata blush on! Tapi menurut saya itu tidak masalah, sih, toh sebelum tau ini blush on, selain pakai di kelopak mata saya juga sudah sering pakai di pipi. Jadi, anggap saja kesalahan saya tidak pernah terjadi. ;p

Viva Fin Touch No. 5 : warna fuschia
Untuk warna, keduanya berwarna cantik-cantik. Perempuan banget! Dan yang bikin saya jatuh cinta, blush on ini hasil akhirnya matte. Kalau dipakai di pipi, hasilnya jadi terlihat blush alami.

Tekstur produk ini padat, tapi kalau permukaannya di usapkan dengan jari akan jadi powdery. Untuk wangi, tau sendiri bagaimana khas wewangian produk Viva, blush on ini juga memiliki wewangian yang sama dan agak santer menurut saya. Tapi itu tidak jadi masalah atau jadi deal breaker buat saya karena saya sudah terlanjur suka warnanya.

Kemasan produknya agak lucu menurut saya karena saya bingung dengan fungsi bagian putih di sekelilingnya. Awal beli, bahkan saya kira Viva Fin Touch ini kemasan refill tapi ternyata memang begitu dari sananya. Kemasannya simple sekali. Kalau kalian tidak beruntung, tutup kemasannya ada yang gampang terbuka sendiri. Kemasan seperti inipun tidak melindungi isi produknya, karena kalau jatuh, produk di dalamnya bisa ikutan retak.

Produk ini dijual dengan tidak dilengkapi aplikator apapun, jadi kalau mau menggunakannya saya lebih suka diulas dengan ujung jari supaya lebih mudah di blend di pipi dan hasil akhirnya jadi natural. Kalau kalian lebih suka pakai brush juga bisa. Bagusnya, produk ini juga pigmented banget, jadi jangan heran kalau warnanya (terutama yang no. 5) bakal langsung keluar saat diusapkan di pipi. Tapi jangan takut, warnanya tidak langsung nempel di kulit, jadi masih bisa di blend sampai mendapatkan hasil yang diinginkan.

Swatch di tangan
Untuk staying power, warnanya cukup bertahan lama kok, asalkan tangan tidak gatal pengin pegang wajah terus. Kalau diusap terus, warnaya perlahan akan memudar. Kalau sebelumnya sudah pakai BB cream, foundation, atau primer, warnanya akan tahan lebih lama.

Berikut hasil pulasan Viva Fin Touch ini di wajah saya:

Viva fin touch no. 4 on my bare face
Viva fin touch no. 5 on my bare face
Oh iya, saya masih sering mengulangi kesalahan saya memakai Viva Fin Touch ini sebagai eye shadow. Hahahah. Hasilnya bagus juga, jadi saya cuek aja, tuh, kalau ada yang menegur saya karena saya pakai blush on di mata. :p

Overall saya suka banget dengan Viva Fin Touch ini! Warnanya cantik-cantik, dan hasilnya matte pula. Dengan harga segitu dan dengan warna secantik itu produk ini pasti akan sering terpakai, pokoknya sama sekali tidak rugi untuk mencobanya.

Price: Rp 6.500 / pcs (2gr)

Plus side:
+ Murah dan affordable banget
+ Warnanya cantik
+ Kemasan mungil, pas untuk single use
+ Bisa dipakai tidak hanya untuk blush on, tapi juga untuk eye shadow
+ Hasil akhir matte

Minus side:
- Kemasan ringkih, mudah pecah dan tutup gampang terbuka sendiri
- Wangi menyengat

Rate: 4.8/5

Jul 8, 2017



Bentuknya memang out of date banget alias kuno. Namanya Fanbo Gold Deluxe Compact Powder. But don't judge a book by it's cover, karena bedak oma-oma ini merupakan salah satu produk favorit saya.

Si kotak janur kuning ini bahkan sudah kotak kedua, lho. Yang dulu saya beli tetap dari series Gold, namun bukan yang deluxe, jadi bentuk kemasannya bukan kotak melainkan bulat. Namun dari warna kemasan hingga tekstur dan wangi produk menurut saya sama saja dengan kemasan kotak yang saya miliki sekarang.


Awal beli yang kemasan bulat sungguh tidak direncanakan. Waktu itu saya enggak ada niat untuk beli bedak, juga enggak pernah tertarik untuk beli bedak Fanbo sebelumnya. Di section kosmetik di toko dekat rumah saya, deretan bedak Fanbo ini pun di  taruh dalam etalase paling bawah jadi sedikit banget kemungkinan untuk di-notice sama orang-orang yang lagi lihat-lihat. Mungkin bedak ini memanggil saya dari sudut etalase sampai saya 'terpanggil' untuk menengok sedikit ke arahnya (cielah).

Waktu saya minta mbak-mbaknya untuk ambil bedak itu awalnya saya ragu buat beli. Dos-nya di segel plastik, jadi saya tidak bisa lihat-lihat warnanya. Satu-satunya petunjuk apa warna bedak yang akan saya pilih adalah dari nama dan nomor bedak di belakang kemasan, which is sama sekali enggak banyak membantu. Karena mbak-mbaknya juga bukan sales Fanbo, dia juga tidak bisa menjelaskan banyak. Akhirnya dengan clueless (sama seperti mbak penjaga yang juga clueless gimana cara merajuk agar saya jadi membeli bedak itu), saya mencoba peruntungan dengan membeli yang nomor 4 dengan nama Janur Kuning, berharap warna ini nantinya cocok di kulit saya.

 
Beruntunglah, ternyata setelah dicoba warnanya cocok dengan saya, tidak terlalu coklat pun juga tidak terlalu terang seperti yang saya takutkan. Sejak pertama beli, saya tau bedak dengan kemasan jadul ini juga pasti memiliki wangi yang khas ibu-ibu jaman dulu, dan benar saja, wanginya persis seperti yang saya pikirkan. Bukannya mengganggu, wanginya justru membuat saya jadi teringat pada nenek saya.

Warna bedak cocok di tangan saya
Yang bikin saya suka dengan bedak ini selain warnanya yang pas di saya, formula bedaknya juga bikin wajah saya tetap terlihat segar bahkan sampai berjam-jam setelahnya. Dulu daerah hidung yang biasanya paling rentan hilang bedaknya, tapi hal itu tidak terjadi saat saya pakai bedak ini. Mungkin karena kandungan corn starch-nya, jadi minyak di kulit di bagian yang rentan itu terserap olehnya.
Deskripsi dan ingredients produk
Wajah saya setelah 5 jam pemakaian
Karena sudah kadung cocok, setelah kemasan pertama habis, saya memutuskan beli lagi, tapi kali ini saya membeli yang kemasan kotak. Seperti yang saya bilang, baik yang kemasan bulat maupun kemasan kotak keduanya memiliki formula dan wangi yang sama. Yang membedakan adalah kemasannya saja. Yang kotak lebih ramping dan lebih kokoh dari yang kemasan bulat. Keduanya juga dilengkapi dengan cermin bulat yang lumayan besar.

Untuk harga yang murah, produk ini sudah membuat saya menyukainya. Untuk pemakaian sehari-hari, saya rasa produk ini sudah cukup memuaskan. Saya sendiri ketagihan dan suka banget dengan bedak ini. Bahkan kalau kemasan kedua ini habis, sudah dipastikan saya pasti bakalan beli bedak ini lagi. :)

Price: Rp 15.300

Plus side:
+ Murah meriah!
+ Tekstur dan formula bedak cocok di kulit sensitif saya (sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kemerahan, salah satu reaksi alergi kalau kulit saya tidak cocok dengan suatu produk)
+ Menyerap minyak (terutama di area hidung saya)
+ Bedak tahan lama, bahkan seharian penuh (pagi hingga malam) beraktivitas di dalam ruangan saya cuma perlu touch up dua kali saja
+ Kemasan dilengkapi cermin yang cukup besar
+ Bentuk kemasan ringkas dan kokoh

Minus side:
- Sejauh ini, menurut saya tidak ada hal yang tidak saya suka dari produk ini, kecuali warna kemasannya yang berwarna coklat (mengingatkan saya pada seragam pramuka)
- Bagi sebagian orang, wangi bedak ini mungkin mengganggu, tapi buat saya wanginya sama sekali bukan masalah.

Rate: 4.5/5

Jul 5, 2017


Saya memiliki problem bibir yang suka kering. Kondisi ini seringkali bikin saya sebal sendiri. Yang memiliki problem bibir kering tau, dong, keselnya gimana? Ketika mengaplikasikan lipstick pas bibir lagi kering-keringnya bikin tampilan kelihatan enggak rapi. Apalagi kalau pas bibir kering banget, ada temen yang lagi ngelawak dan ngocol bukan main, bisa-bisa bibir kering jadi enggak sengaja terluka pas lagi ngakak-ngakaknya. Pokoknya, bibir kering merupakan salah satu enemy terbesar saya!

Selain Sensatia Botanicals Cocoa & Honey Lip Bliss ternyata ada satu lagi produk lip balm yang menurut saya cocok untuk mengatasi bibir kering saya, yaitu Nivea Soothe & Protect Lip Balm SPF 15 ini.

Siapa, sih, yang enggak tau produk Nivea? Sejak kecil saya sudah akrab dengan produk Nivea karena mama dan tante saya suka pakai produk-produk Nivea. Untuk lip balm, saya baru pertama kali ini mencoba karena waktu pengen beli, stok lip balm saya masih banyak. Jadilah saya urungkan terus niat beli lip balm nivea ini, sampai suatu hari waktu lagi hangout sama temen (ke supermarket!), saya tergiur lagi untuk membelinya.


Ukuran kemasannya lumayan besar, 4,8 gr. Saya beli yang varian soothe and protect dengan spf 15. Awalnya saya tertarik beli yang strawberry shine, tapi akirnya saya comot yang soothe and protect karena ada spf-nya.

Untuk teksturnya, lip balm ini berbentuk padat dan berwarna cream susu. Setelah coba di pulas, lip balm ini tidak membuat kesan bibir seperti habis makan mie goreng. Pokoknya, ini mungkin yang dinamakan cinta pada pulasan pertama! Lip balm ini sama sekali enggak bikin bibir berminyak tapi dengan teksturnya yang ringan (tanpa efek berminyak yang nyebelin itu) malah sudah bisa bikin bibir lembab dan hebatnya juga mengatasi bibir kering saya. Bibir saya jadi terlihat lebih sehat dan lembab. Suka, deh, pokoknya!


Setelahnya, lip balm ini enggak pernah ketinggalan dan selalu ada di tas saya. Biasanya saya selalu pakai lip balm ini saat beraktifitas, saya juga menggunakannya sebelum pakai lip tint atau sebelum pakai lipstick matte agar bibir lebih terjaga kelembabannya. Karena sudah kadung suka, tentu saja, kalau lip balm ini habis saya bakalan repurchase lagi!

Price: Rp 16.800

Plus Side:
+ Melembabkan dan melembutkan bibir
+ Tidak membuat bibir terlihat berminyak
+ Mengatasi bibir kering
+ Mengandung SPF 15
+ Murah!
+ Awet dipakai

Minus Side: Nothing at all!

Rate: 5/5

Jul 3, 2017


Saya boleh dikatakan orang yang suka banget coba-coba produk lokal. Enggak tau kenapa, di mindset saya produk lokal enggak selalu kalah kok dari produk luar negeri. Salah satunya, produk Viva Cosmetics yang sudah tidak asing lagi buat perempuan Indonesia. Meski harganya miring banget, hampir sebagian besar produknya cocok di saya.

Nah, berhubung saya dominan cocok sama produk Viva, saya jadi tertarik buat coba produk satu ini, namanya Viva Whitening Cream. Awalnya agak ngeri juga sama namanya yang 'to the point' yang artinya sudah pasti krim ini untuk membantu menyamarkan noda alias memutihkan kulit. Ditambah harganya yang luar biasa miring untuk produk whitening bikin saya awalnya ragu untuk beli sampai suatu ketika saya akhirnya menyerah sama rasa penasaran saya.




Untuk kemasannya, Viva Whitening Cream ini berbentuk tube ukuran 15 gr yang super mini seukuran dengan Viva Acne Gel, tapi bedanya yang ini tube- nya berwarna putih dengan tutup ulir berwarna biru tua dengan pita berwarna emas. Whitening cream ini dijual dengan dos berwarna putih yang polos dengan tulisan 'straight forward'-nya itu. Benar-benar sederhana.


deskripsi dan ingredients produk (klik gambar untuk memperbesar)

Pada bagian belakangnya dijelaskan kalau whitening cream ini mengandung natural whitening complex agent yang di klaim dapat menyamarkan flek dan noda hitam di wajah.



Tekstur krimnya seperti salep putih yang kental sekali sampai-sampai agak susah dikeluarkan dari corongnya. Krimnya berbau wangi yang menurut saya seperti wangi air mawar Viva dan terasa sejuk setelah diaplikasikan. Saya awalnya pakai di luka bekas jerawat saya, tapi karena jerawat saya belum kering betul, akhirnya saya hentikan dulu pakai whitening cream ini takut kalau nanti malah menimbulkan reaksi break out di jerawat saya yang baru habis radang itu. Setelah cukup kering saya coba pakai lagi. Menurut saya efeknya tidak terlalu kentara. Noda bekas jerawat saya memang mulai tersamarkan tapi untuk flek-flek sepertinya krim ini tidak memberikan perubahan apapun di kulit saya. Menyamarkan bekas lukanya juga tidak instan, butuh sekitar seminggu rutin memakainya baru mulai terlihat hasilnya perlahan, dan menurut saya itu normal dan sudah cukup baik.

After all, saya tidak kecewa dengan produk ini tapi juga tidak impressive. Tapi kalau dilihat dari harga yang miring dan kemampuannya yang cukup berhasil menyamarkan bekas jerawat, sepertinya produk ini sudah cukup bagus, kok.

Price: Rp 10.000

Plus side:
+ Murah
+ Aman, tidak menimbulkan tanda-tanda ketidakcocokan seperti breakout di kulit wajah saya
+ Slow but sure dalam menyamarkan noda-noda di wajah seperti misalnya bekas jerawat
+ Ukuran mungil yang enak dibawa-bawa

Minus side:
- Tidak mampu menyamarkan flek-flek seperti klaim produknya

Rate: 2.5 / 5

sumber gambar: wikipedia
Siapa yang tak tau buku fenomenal ini? Begitu banyak tokoh-tokoh yang menganggap buku fiksi ini begitu inspirasional. Sebut saja, Bill Clinton, Madonna, Will Smith, terakhir dalam acara Oprah, Pharrell Williams juga menyebutkan bahwa buku ini telah mengubah cara pandangnya dan juga mengubah hidupnya.

Bercerita tentang seorang bocah penggembala yang bernama Santiago, mengembara jauh dari yang pernah ia bayangkan setelah mengalami mimpi aneh sebanyak dua kali yang ceritanya sama persis. Mimpi itu juga yang kemudian mendorongnya untuk pergi mengembara jauh dari daerah asalnya di Andalusia sampai ke Piramida di Mesir untuk mencari harta karun yang tergambar dalam mimpi anehnya, lalu dalam perjalanannya ia juga belajar menemukan Legenda Pribadinya -panggilan jiwanya, tentang bahasa universal di dunia ini yang menuntunnya melalui pertanda dan firasat, serta menemukan cinta sejatinya di Oasis; seorang wanita muda bernama Fatima.

Buku ini mengajarkan banyak hal, bahkan hal-hal kecil yang kita tidak pahami atau tidak kita perhatikan sebelumnya namun ada di sekitar kita, dan ada di dalam diri kita sendiri. Salah satu kutipan favorit saya dan tampaknya juga merupakan kutipan yang disukai seluruh pembacanya adalah: "And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it."


sumber gambar: pinterest

Dunia akan membantumu ketika kamu yakin pada pilihan hatimu.

Kutipan itu menggugah hati saya dan hati banyak orang tentangnya. Ada satu bagian ketika kakek tua yang mengaku sebagai Raja Salem memberitahu Santiago tentang Legenda Pribadi. Tentang tukang roti yang dulunya memiliki keinginan untuk berkelana, namun memutuskan untuk membeli toko roti dan mengumpulkan uang dari berjualan roti dan hidup cukup tapi perlahan melupakan panggilan jiwanya untuk berkelana. Ia berakhir menua dan hanya ingin pergi ke Afrika  selama sebulan dan ia tidak lagi ingin berkelana. Atau tentang kisah penjual kristal yang sangat ingin ke Mekkah namun memilih terlebih dulu berdagang kristal untuk mengumpulkan uang untuk ke Mekkah, namun meskipun penjualan kristalnya baik dan ia kaya raya karenanya, ia tetap tidak pernah bisa pergi ke Mekkah karena ia tidak bisa meninggalkan kristal-kristalnya yang rentan rusak dan hilang. Contoh tadi terjadi pada kita juga di dunia nyata ini.

sumber gambar: pinterest

Coba pikirkan, kita memiliki legenda pribadi kita sendiri; sesuatu yang jiwa kita ketahui sejak awal, sesuatu yang membuat kita tidak takut punya mimpi, sesuatu yang menggerakkan kita tanpa rasa takut gagal, sesuatu yang membuat kita merasa antusias. Dalam perjalanan hidup kita seringkali diuji lalu akhirnya ragu terhadap legenda pribadi kita sendiri. Misal, seorang ingin menjadi penyanyi dan ia sadar kalau itu yang ia mau, namun ia memilih untuk bekerja kantoran terlebih dahulu. Ia menua dan menyerah bekerja sebagai pekerja kantoran dan hanya menjadi 'orang biasa' padahal kalau saja ia memilih memperjuangkan cita-citanya sebagai penyanyi, mungkin ia sudah menjadi orang terkenal saat ini.

Setelah kita dewasa, kita mulai meragukan harapan masa kecil kita lalu mulai memilih jalan yang memutar. Setelah tua kita sadar bahwa kita sudah menunda terlalu lama hingga semuanya menjadi terlanjur terlambat. Kita berakhir membiarkan diri kita menjadi orang biasa saja sementara kita bisa saja jadi luar biasa -dan juga bahagia.

Buku ini tampaknya akan selalu saya baca, akan selalu saya ingat kalimat-kalimatnya yang mengugah. Menurut saya buku ini adalah buah pemikiran yang hebat dan menginspirasi yang menyentuh lewat buaian kisah fiksi tentang seorang penggembala muda yang memiliki mimpi. Melalui Santiago, kita bisa berkaca tentang diri kita sendiri, membuat kita tertarik untuk kembali mencoba mengerti dan memahami apa sesungguhnya yang kita cari di dunia ini dan kembali memperjuangkannya.

sumber gambar: pinterest

Powered by Blogger.