Oct 15, 2017



Bulan September kemarin menurut saya adalah bulan yang super sibuk, jadi saya agak jarang nge-post di blog ini. Maklum, mahasiswa semester akhir. Nah, setelah hampir sebulan off, saya ngebet nulis lagi. Waktu off sebulan kemarin juga saya pakai buat coba-coba beberapa produk baru, jadi bulan ini mungkin saya akan mulai mereview beberapa produk yang sudah saya coba, ya. 


Post pertama di bulan Oktober ini, saya mau review produk dari Olay. Berawal karena pelembab Benton Snail Bee High Content Steam Cream ukuran mini yang saya beli beberapa waktu lalu sudah habis. Saya berniat beli pelembab Benton lagi, tapi yang kali ini ukuran besar karena saya merasa sudah cocok dengan krim itu, tapi, di tempat langganan saya, stok pelembab Benton sedang kosong. Saya harus menunggu sampai toko langganan saya restock. Mau beli online saya juga ogah karena males nungguin. Akhirnya, saya membuat quick choice dengan memilih ganti sementara ke produk Olay sampai si Benton restock. Pilihan saya jatuh pada krim wajah affordable ini. Kenapa Olay? Jadi ceritanya saya juga pengin nostalgia. Ini bukan kali pertama saya pakai Olay. Dulu waktu akhir SMP menuju SMA, saya pernah pakai Olay Fairness Lotion, yang botolnya imut itu. Karena dulu saya merasa cocok, jadi saya tidak ragu buat coba pakai Olay lagi, meskipun dari varian yang berbeda.


Namun sayangnya saya dan produk Olay yang satu ini seperti terlibat love hate relationship! Awal pakai saya merasa nyaman-nyaman saja. Di kemasan di tulis 'non-greasy' jadi menurut saya krim ini nyaman sekali di pakai di wajah, dan juga tidak bikin wajah saya berminyak yang parah. Pokoknya cukup oke. Namun selang beberapa hari pemakaian, wajah saya mulai tumbuh beberapa jerawat kecil di sekitar pipi dan dagu. Karena merasa mulai tidak cocok, saya menghentikan sementara penggunaan krim ini di wajah saya.



deskripsi dan ingredients produk (klik untuk memperbesar gambar)
Beberapa waktu yang lalu, saya memutuskan untuk memberikan kesempatan kedua buat krim ini. Saya coba pakai lagi dan ternyata sejauh ini efek berjerawat tidak lagi timbul di wajah saya. Sampai saat ini, saya masih pakai krim ini dan tidak lagi menemukan efek seperti yang terjadi di awal pemakaian.


Menurut saya, krim ini teksturnya ringan, cepat menyerap. Di kulit saya tidak membuat wajah berminyak yang mengganggu, mungkin karena kulit saya termasuk dry/normal, jadi efek berminyaknya tidak terlalu saya rasakan. Pada kemasan kardus dijelaskan kalau krim ini selain melemabkan juga mampu menyamarkan noda hitam dan meratakan warna kulit tapi menurut saya setelah pemakaian sebulan lebih, efek tersebut tidak terlalu kentara buat saya. Sayangnya lagi, meskipun sudah memiliki formula UV protection, krim ini tidak memiliki kandungan SPF.

Price: Rp 18.000

Plus side:
+ Melembabkan
+ Affordable
+ Sudah mengandung UV protection

Negative side:
- Tidak mengandung SPF
- Mengandung paraben
- Pada awal pemakaian membuat wajah saya sedikit break out
- Manfaat meratakan warna kulit dan menyamarkan noda hitam tidak begitu signifikan.

Rate: 3 / 5

Sep 2, 2017



Kalau kalian salah satu pecinta produk lokal dan ingin sekali mencoba produk maskara dalam negeri yang water proof, kalian bisa coba maskara dari brand Viva ini.


Seperti yang sudah-sudah, ya, saya sering banget me-review produk Viva. Dari kecil sampai sekarang, produk kosmetik saya di dominasi sama brand ini. Selain ekonomis, produk Viva rata-rata juga mild di kulit dan cocok untuk daerah tropis. Namun sayangnya rata-rata produk Viva itu masih pakai paraben, ya.. tapi meskipun begitu, beberapa produk Viva masih tetap nyantol di hati saya.

Sangking sukanya sama produk Viva, waktu tau produk ini mengeluarkan produk maskara, saya langsung bertekad untuk mencobanya. Karena di kota saya produk Viva yang aneh-aneh agak susah ketemunya, pencarian saya tersandung susahnya menemukan produk ini. Setelah cukup lama, eh, tau-tau saya nemu maskara ini begitu saja di toko langganan saya. Langsung aja saya beli, deh. :p



Untuk kemasan, khas Viva Queen banget, deh. Warna kardusnya kuning. Saya tidak foto, ya, karena sejak beli sudah terbuang. hehe. Untuk kemasan produknya sendiri sama simple-nya, hanya kemasan plastik berwarna hitam dengan logo dan nama produk berwarna emas. Simpel banget. Bagusnya, kemasannya waktu baru di buka juga di wrap dengan plastik untuk menjaga produk dari kontaminasi luar.

Meskipun produk lokal, ternyata produk ini made in Germany. Bisa dilihat di kardusnya, ya.


Untuk tekstur maskaranya sendiri thick dan agak berserabut. Serabut ini nantinya berfungsi untuk memberikan efek memanjangkan bulu mata. Tekstur thick seperti ini menurut saya agak susah diaplikasikan, apalagi kalau mau buru-buru. Karena kalau tidak telaten saat menyisir bulu matanya bisa-bisa menggumpal dan tidak rapi. Bagusnya produk ini termasuk tahan lama, waterproofnya oke tapi juga gampang banget dibersihkan. Kalau pake micellar water tinggal beberapa kali usap sudah bersih tak berbekas.


Efek menambah volume seperti yang di tulis pada kemasannya menurut saya agak kurang, tapi meskipun begitu efek lengthen-nya termasuk lumayan. Bulu mata saya setelah pakai maskara ini terlihat lumayan lebih lentik dari pada biasanya. Jadi, kalau ingin tampilan natural yang segar dan tidak heboh, maskara ini bisa jadi pilihan buat kamu yang lagi pengen coba produk lokal.

Price: Rp 47.000

Plus side:
+ Kemasan simpel dan enak di bawa
+ Efek lengthen lumayan bagus
+ Mudah dibersihkan dan tidak bleber (waterproof)

Minus side:
- Efek menambah volume agak kurang
- Mudah menggumpal jadi memakainya harus telaten kalau tidak mau terlihat tidak rapi

Rate: 3.5 / 5

Aug 25, 2017



Menurut saya buku ini adalah salah satu buku penuh 'perumpamaan' yang pernah saya baca, tapi juga penuh dengan nilai-nilai tersembunyi yang bisa membuka mata. Ya, buku anak-anak ini justru bisa menjadi salah satu buku pelajaran hidup bagi kita orang dewasa.



Bercerita tentang seorang pilot yang pesawatnya jatuh di  tengah gurun Sahara, tanpa kawan dan tanpa persediaan air yang cukup. Esok harinya ia terbangun oleh seorang anak lelaki kecil berambut emas yang meminta digambarkan seekor domba untuk dibawa ke planetnya.

Ia adalah Pangeran Kecil.

Pangeran Kecil tinggal di planet yang mungil. Ia memiliki setangkai bunga mawar yang meskipun cantik, tetapi naif dan cerewet. Pangeran Kecil sampai di satu titik dimana ia merasa lelah pada sikap bunganya, hingga -meskipun enggan- akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan planet dan juga bunga cantiknya.

Perjalanannya mulai dari satu planet ke planet yang lain. Mulai dari planet yang dihuni seorang raja, lalu ke planet orang sombong, planet seorang pebisnis, ke planet seorang pemabuk, kemudian ke planet kecil yang dihuni seorang penjaga lentera dan juga ke planet yang dihuni seorang ahli ilmu bumi. Dari perjalanannya, ia belajar banyak hal tentang karakter orang dewasa yang menurutnya aneh.

who knows that this deep meaning was told in a children's book?

Dalam perjalanannya, ia lalu sampai di planet bumi. Di planet bumi ia bertemu lebih banyak orang, dan lebih banyak pengalaman. Ia bertemu sekelompok bunga liar yang menyerupai bunganya, dan menyadari kalau bunganya bukanlah satu-satunya bunga tercantik seperti yang bunga itu katakan padanya. Ia juga bertemu dengan rubah, yang kemudian menjadi kawannya. Rubah itulah yang kemudian mengajarkan hal paling berharga baginya.

Pangeran kecil melanjutkan perjalannya. Selama perjalanan sejak ia meninggalkan planetnya, tak sekalipun ia melupakan bunganya. Ia khawatir terhadap bunga itu, bagaimanapun ia hanya setangkai bunga yang rapuh. Keempat durinya tak akan mampu melindunginya dari serangan binatang atau cuaca yang buruk. Meskipun bunga itu berbohong padanya kalau tak ada bunga lain seperti dirinya, Pangeran Kecil sadar kalau bunga itu tetaplah miliknya dan baginya bunganyalah yang tercantik dari bunga yang ada. Bunga itu berarti baginya dan ia bertanggung jawab atas bunga itu. Karenanya ia ingin segera kembali ke planetnya dan bertemu bunga miliknya.

"..karena dialah mawarku.."

Terakhir di beberapa waktu sebelum ia pulang itulah, ia bertemu dengan sang pilot di gurun Sahara. Dengan pilot itu, ia menjalin kedekatan. Pilot itu menyayanginya, dan bagi si pilot, Pangeran Kecil telah mengajarkan banyak hal lewat celotehannya, termasuk untuk percaya pada kemampuan menggambarnya yang sudah lama ia lupakan karena orang dewasa memaksanya untuk mempelajari hal lain yang lebih penting daripada menggambar.

Awal membaca, saya sempat kesulitan menangkap maksud dari buku ini. Barulah ketika saya menyelesaikan bukunya dan berusaha memahami perumpamaan dan nilai-nilai tersembunyinya, saya mengerti maksudnya. Beginilah nilai yang kira-kira dapat saya tangkap dari buku ini: 

1. Bunga adalah analogi dari seorang wanita, yang meskipun cerewet dan naif, wanita tetaplah wanita. Ia harus dicintai dan dilindungi, karena meskipun ia memiliki 'duri' untuk melindungi diri, ia masih tetap harus dilindungi karena ia rapuh. Karena bagi dunia ini, 'duri' itu tidak cukup untuk melindunginya dari marabahaya. 

2. Pangeran Kecil adalah analogi dari seorang pria yang bingung dan lelah pada wanitanya, yang kemudian pergi ke ujung dunia untuk bertemu pengalaman-pengalaman baru dan wanita-wanita lain di sepanjang perjalanannya. Dan meskipun diantara wanita yang ia temui lebih cantik dari wanitanya, wanita-wanita itu tidak memberikan arti di hidupnya seperti wanita yang ia cintai berikan. Karenanya, meskipun ia telah merantau jauh-jauh, ia selalu ingin kembali ke rumah tempat dimana wanita yang dicintainya berada.

3. Orang-orang yang ia temui di sepanjang perjalanannya: orang-orang di tiap planet, mengajarkan sifat-sifat orang dewasa yang aneh seperti raja yang gila hormat, orang sombong yang gila pujian, pebisnis yang gila harta, pemabuk yang terjebak dalam kesengsaraan yang ia buat sendiri, dan sebagainya.

Buku ini memiliki sisi yang menyentuh dan mengandung nilai yang dalam. Dari buku ini saya belajar tentang banyak hal dari sudut pandang seorang anak laki-laki kecil tentang cinta dan tanggung jawab, dan juga tentang sudut pandang orang dewasa yang tak bisa dipahami oleh seorang anak kecil.

Aug 22, 2017


Mengulik-ngulik produk skin care Korea sepertinya tidak akan ada habisnya, ya. Mulai dari sheet mask hingga pelembabnya bagus-bagus semua. Karena imej baiknya itulah, akhirnya saya tertarik untuk kembali cobain skin care Korea. Apalagi sekarang mudah banget mendapatkan produk Korea di mana-mana, dan produk yang tersedia di pasaran juga sudah lebih beragam daripada beberapa tahun yang lalu. Nah, pilihan saya kali ini jatuh pada Benton Snail Bee High Content Steam Cream ini.

Ini pertama kalinya saya coba produk dari Benton. Sebelumnya saya malah belum pernah sama sekali dengar tentang produk Benton. Tertarik coba karena bentuknya, asli, lucu banget! Karena yang saya beli kemasan travel size, ukurannya jadi mungil banget. Isinya mungkin sekitar 3 atau 5 ml.

Ukuran mungil banget!
Menurut saya kemasan mini ini cocok sekali buat pengguna baru seperti saya karena kemasan mini ini jadi seperti 'starter' buat kita sebelum memutuskan beli yang ukuran besar. Jadi saya memutuskan beli travel size dulu sebagai percobaan cocok tidaknya produk ini di kulit saya sebelum memutuskan beli yang ukuran besar.

deskripsi dan ingredients produk (probably), saya enggak ngerti soalnya tulisannya pakai Bahasa Korea
Sebelum cerita tentang pelembab ini, saya mau cerita sedikit tentang kulit saya sebelum pemakaian, ya. Kulit saya itu dry to normal, tetapi juga sensitif dan komedo-an di beberapa daerah. Sebelum pakai pelembab ini, komedo di kulit wajah saya lumayan banyak dan juga sedikit berjerawat. Di pipi saya ada sebuah 'jerawat abadi' (begitulah saya menyebutnya) karena jerawat kecil itu meski tidak pernah radang tapi selalu keluar white-head kalau saya iseng pencetin. 'Jerawat abadi' ini juga kadang-kadang jadi luka kalau saya pencet terlalu keras. Mungkin karena kebiasaan buruk saya suka pegangin wajah, 'jerawat abadi' ini jadi selalu isi white head kecil dan selalu luka. Setelah cukup lama, dan sepertinya si 'jerawat abadi' ini tidak kunjung hilang, akhirnya saya mengambil kesimpulan kalau saya sepertinya harus mulai cari skin care yang baru untuk menyembuhkannya.

Dunia akhirnya mempertemukan saya dengan pelembab Benton ini. (duileh, bahasanyaa)

Pertama beli saya langsung memutuskan untuk ambil dua. Enggak tau kenapa, mungkin bagian dari kebiasaan saya kalau beli produk apapun, apalagi yang ukuran mini begini, saya pasti langsung beli dua sekaligus. Karena ukurannya yang mini, saya pikir pelembab ini bakalan cepat habisnya, tapi mungkin karena saya pakainya juga tidak heboh-heboh banget, ternyata pelembab ini habisnya cukup lama, lho. Setelah sekitar seminggu lebih, saya baru beralih ke tube ke dua.

Seperti namanya, bahan utama produk ini sudah pasti lendir siput dan bee venom. Menurut yang saya baca, kedua bahan dasar itu sangat baik dalam menyembuhkan luka dan meregenerasi kulit. Bagusnya juga, pelembab ini bebas paraben dan juga bebas parfum jadi tidak akan menimbulkan alergi apapun di kulit, bahkan untuk yang super sensitif sekalipun (seperti saya), kecuali sekali, nih, kalau memang ada alergi sama kedua bahan utama tadi. Soalnya ada orang yang ternyata sensitif dengan bee venom, jadi sebelum coba produk ini, pastikan dulu kalian tidak memiliki alergi atau sensitif dengan kedua bahan utama diatas.



Tekstur-nya seperti krim pelembab pada umumnya: berwarna putih, thick tapi tidak berat di kulit, dan sama sekali tidak wangi (karena perfume free). Awal pakai, saya kira krim ini bakal bikin kulit saya jadi oily, but ternyata dugaan saya salah! Meskipun teksturnya thick, ternyata krim ini sama sekali tidak 'berat' buat kulit saya, mudah menyerap dan juga sama sekali tidak bikin kulit saya jadi oily. Karena bahan utamanya alami dan dipercaya dapat meregenerasi sel kulit, saya jadi agak high hopes, berharap krim ini bisa menyembuhkan beberapa luka bekas jerawat terutama si 'jerawat abadi' itu. Setelah sebulan pemakaian, ternyata saya sudah bisa melihat sendiri manfaat positifnya. Bukti paling nyatanya adalah 'jerawat abadi' saya sudah hilang tak berbekas. Bekas-bekas jerawat di wajah saya juga begitu. Kulit juga terasa lebih kenyal dan sehat!

Price: Rp 17.000 (travel size ukuran super mini)

Plus side:
+ Menyembuhkan dan menyamarkan luka bekas jerawat
+ Kulit menjadi kenyal, halus dan sehat
+ Paraben free and perfume free
+ Terbuat dari bahan-bahan alami

Minus side: Nope!

Rate: 5 / 5

Aug 18, 2017


Buku ini masih segar sekali di benak saya, karena baru beberapa hari yang lalu saya menyelesaikan membacanya setelah sekian lama.

Sebetulnya buku ini sudah lama banget saya miliki. Saya belinya mungkin sekitar pertengahan tahun lalu tapi saya tidak pernah berhasil menyelesaikan buku ini. Paling-paling sejak beli, saya hanya bisa bertahan baca sampai bab 5, lalu saya melupakan buku ini begitu saja. Sudah sering kali buku ini tergeser dari daftar bacaan saya, bukan karena saya tidak suka tapi lebih karena waktu itu sepertinya saya tidak terlalu memahami alur ceritanya. Apalagi novel ini terjemahan, jadi seringkali sulit buat saya untuk memahami bahasa Indonesia dalam bentuk terjemahan, dan dengan bahasa baku pula. Ditambah nama-nama tokoh dan hubungan kekerabatan yang saling kait-mengait seringkali bikin saya bingung pada awalnya.

Lalu buku saya tutup begitu saja dan lanjut baca buku yang lain.

Sampai beberapa minggu yang lalu akhirnya saya kembali tertarik 'membongkar' buku ini. Sebelumnya saya sudah bertekad untuk menyelesaikannya kali ini. Karena khawatir akan bingung lagi, sesekali saya sempatkan menonton trailer film-nya yang diperankan oleh Keira Knightley dan Matthew Macfadyen untuk memberikan gambaran tokoh yang akan memerankan perannya di benak saya. Surprisingly this method works, kali ini saya berhasil membaca 'Pride & Prejudice' tanpa mengalami kesulitan! Baik Keira Knightley maupun Matthew Macfadyen berhasil nyantol di benak saya sebagai Lizzy dan Mr. Darcy.

And here I am today: I am in love with this story.. and the main male character Mr. Darcy!

Bagi yang belum baca, mungkin sinopsis ini bakal sedikit spoiler, ya. 

Buku ini menceritakan keluarga Bennet yang memiliki lima orang anak tanpa seorangpun anak laki-laki yang bisa menjadi pewaris kekayaan keluarganya yang tak seberapa. Bila kelima anak mereka menikah dengan pria yang salah, Mrs. Bennet terancam hidup sengsara bila suaminya meninggal nanti.

Pada suatu ketika datanglah serombongan bangsawan muda yang akan tinggal sementara di Netherfield Park dan dengan cepat berita itu menyebar ke Longbourn. Sebagai bentuk ramah tamah, diadakanlah pesta dansa di desa itu. Mrs. Bennet bersikeras memperkenalkan putri-putrinya pada bangsawan muda dan rupawan itu dengan mengajak seluruh putrinya ke pesta dansa. Pada saat itulah Mr. Bingley (pemimpin rombongan bangsawan) jatuh hati pada Jane Bennet, putri tertua keluarga Bennet yang terkenal cantik dan rendah hati.


Mr. Darcy, kawan Mr. Bingley, sepertinya menolak untuk beramah tamah dengan wanita manapun malam itu. Mr. Bingley memintanya untuk mendekati Lizzy (putri kedua keluarga Bennet yang terkenal cerdas dan menarik meski tidak secantik kakaknya, Jane) yang sepertinya tidak memiliki pasangan dansa ketika itu. Di depan mata kepalanya sendiri Lizzy mendengar kalau Mr. Darcy yang pendiam itu telah terang-terangan menolaknya dengan mengatakan kalau Lizzy tidak cukup menarik baginya. Sejak saat itulah Lizzy berkesimpulan bahwa Mr. Darcy tak lebih dari seorang pria angkuh dan sombong. Setelahnya juga, Lizzy mulai memberikan penolakan keras pada Mr. Darcy dan membencinya. Di tiap kesempatan, Lizzy akan berusaha mematahkan pernyataan-pernyataan Mr. Darcy, sebisa mungkin menunjukkan rasa tidak sukanya pada pria itu.

Sementara kakaknya tengah jatuh hati pada Mr. Bingley, Lizzy sepertinya kewalahan dengan tawaran menikah yang diajukan kerabat jauh keluarga mereka Mr. Collins, pria yang akan menerima seluruh kekayaan Mr. Bennet setelah ia meninggal nanti. Tak ada jalan lain untuk menyelamatkan kekayaan Mr. Bennet selain menikahkan salah seorang putrinya pada Mr. Collins. Karena Mr. Collins menaruh hati pada Lizzy, Mrs. Bennet menaruh harapan besar kalau putrinya itu mau menerima tawaran menikah Mr. Collins. Nyatanya, Lizzy menolak tawaran itu padahal Mrs. Bennet berharap Lizzy bisa menyelamatkan nasib keluarganya. Apalagi setelah Jane ditinggal pergi Mr. Bingley kembali ke London, tidak ada jalan lain bagi keluarga Bennet selain menerima uluran tangan Mr. Collins. Setelah penolakan itu, Mrs. Bennet semakin membenci Lizzy, semakin parah setelah Mr. Collins memutuskan menikah dengan sahabat Lizzy sendiri, Charlotte, dan itu artinya kekayaan keluarga mereka juga akan jatuh pada keluarga Charlotte Lucas.


Ditengah prahara keluarga itu, Jane dan Lizzy sering menginap di rumah kerabat mereka. Takdir sepertinya suka mempertemukan Lizzy dengan Mr. Darcy. Entah di jalanan kota, di Rosings Park, atau di Pemberley (tempat tinggal Mr. Darcy). Yang tidak Lizzy ketahui, ternyata Mr. Darcy telah jatuh hati padanya. Nada ketus Lizzy telah jelas-jelas memberikan kesan bahwa ia membenci pria itu, tapi justru penolakan-penolakan itu membuat Mr. Darcy berpikir ulang. Keceriaan pola pikir Lizzy juga telah membuat Mr. Darcy perlahan menganggap kalau Lizzy istimewa. Mr. Darcy awalnya mulai jatuh hati pada tatapan mata Lizzy yang menurutnya indah. Kemudian ia mulai menyadari kalau Lizzy berbeda dari wanita lain setelah ia melihat sendiri bagaimana Lizzy berusaha menerobos perjalanan jauh dan berlumpur ke Netherfield untuk bisa menemui Jane yang saat itu tengah di rawat di kediaman Bingley. Mr Darcy bahkan terpesona melihat wajah Lizzy yang merah padam karena perjalanan jauh dengan gaun kotor ketika gadis itu baru saja sampai di Netherfield.


Elizabeth sendiri baru mengetahui perasaan Darcy setelah pria itu mengungkapkannya sendiri di rumah Mr. Collins, dimana saat itu hanya ada mereka berdua di rumah itu. Sayang, Lizzy menolaknya karena saat itu Lizzy masih membenci sikap pria itu yang menurut kabar yang di dengarnya adalah pria arogan, sombong dan licik. Mr. Darcy menjelaskan semuanya dan perlahan Lizzy menyadari prasangka buruknya pada Mr. Darcy ternyata salah besar. Ia perlahan mulai menaruh hati juga pada Darcy namun sepertinya sulit baginya untuk mendapatkan tawaran pernikahan kedua dari seorang pria. Meskipun Mr. Darcy mulai menunjukkan sikap lembutnya pada Lizzy, tetap saja, Lizzy pernah melukai pria itu, jadi ia tidak berani berharap banyak tentang perasaan pria itu padanya meskipun kegalauannya itu telah menyiksanya sepanjang waktu.

Ceritanya khas kisah cinta antara si kaya dan si miskin dimana jurang pemisah terbesar diantara mereka adalah harga diri dan status sosial yang mereka sandang masing-masing. Diperparah keadaan bahwa hubungan mereka diwarnai prasangka-prasangka tak beralasan terhadap satu sama lain. Namun tak ada hal yang bisa melunakkan dua hati dan kepala yang sama kerasnya dan menyatukan semua perbedaan yang ada selain cinta!

Menurut saya, buku ini surprisingly related dengan kehidupan kita bahkan di saat ini, setelah beratus-ratus tahun berlalu dari setting waktu pada novelnya sendiri. Mungkin nilai-nilai dalam buku ini masih kita anut hingga saat ini, karenanya meskipun buku ini tergolong klasik, membacanya terasa seperti membaca novel roman pada umumnya dan menurut saya benar-benar mengagumkan. Saya bahkan merasakan deg-degan ketika membaca bagian saat Mr. Darcy 'nembak' Lizzy dengan gayanya yang galak tapi sesungguhnya dalam hati dia merasa malu dan takut di tolak.

Elizabeth and Mr. Darcy by Hugh Thomson 1894 (source: wikipedia)
Sekarang saya masih susah move on dan masih menganggap kalau Mr. Darcy itu kece abis dan husband material banget. Sifatnya yang to do point, anggun dan berkelas sesekali waktu terkesan kikuk dan malu-malu ketika ia jatuh hati. Itu karena Mr. Darcy bukanlah tipikal laki-laki yang mengumbar perasaannya, jadi dia menunggu waktu yang pas terlebih dahulu sebelum mengutarakan isi hatinya. Ia juga bersikap gentle karena tanpa sepengetahuan keluarga Bennet ia telah membantu keluarga Lizzy dari ambang reputasi buruk karena adik Lizzy, Lydia, memilih kawin lari dengan orang yang memiliki reputasi buruk. Semua untuk Lizzy! Siapa yang tidak melted?

Jane Austen sanggup merangkum semua nilai-nilai, norma-norma, gabungan rasa, dan menjalin cerita antara dua hati, antara pria dan wanita, melalui prasangka-prasangka tokohnya hingga ceritanya masih dapat dinikmati meski jaman sudah berganti. Buku ini originally terbit tahun 1813 dan ceritanya masih related sampai saat ini. Wajar kalau buku ini masih dicintai hingga saat ini dan mungkin akan terus dikagumi sepanjang masa!

Aug 12, 2017




Sejak SMP hingga sekarang sudah bekerja dan kuliah, saya masih belum ganti-ganti merk lotion. Masih hand and body lotion ini yang jadi favorit saya sejak bertahun-tahun lamanya.

Menurut saya, meskipun harganya murah meriah, tapi jangan sepelekan hand and body lotion ini, lho. Soalnya, setelah bertahun-tahun pakai ini, saya tau kalau hand and body lotion ini memang benar-benar membantu menjaga kulit saya untuk tetap tetap terjaga dari efek buruk lingkungan dan sinar matahari. Dulu setelah seharian berkegiatan di bawah matahari dan jadi gosong, saya akan menyempatkan diri untuk merawat kulit saya dengan rajin memakai lotion ini. Ajaibnya, kulit saya tidak gosong lagi dan kembali sehat!

deskripsi dan ingredients produk (klik gambar untuk memperbesar)
Lotion ini berwarna putih pekat dengan wangi susu yang juga mengingatkan saya pada wangi yoghurt karena ada hint wangi keasaman seperti wangi strawberry yang justru menurut saya menyegarkan sekali. Untuk teksturnya sendiri pekat, tapi setelah di ratakan justru mudah menyerap dan tidak terasa lengket di kulit. Jadi cocok juga digunakan saat berolahraga, misalnya.


Menurut pengalaman saya, efek memutihkan dan meratakan warna kulit dari lotion ini, tuh, dapet banget! Buktinya itu tadi, kalau sudah merasa agak gosong, saya tinggal rajin-rajin pakai ini dan kulit saya akan kembali cerah dalam waktu yang relatif singkat. Dalam hal melembabkan kulit, saya rasa, lotion ini juga sudah cukup baik, meskipun setelah lebih dari 5 jam sejak pemakaian kulit akan mulai terasa kering lagi. Jadi jangan kira melembabkannya akan seharian penuh, ya. But for me, it's oke and not a big problem.

Saya biasanya mengaplikasikannya setelah mandi, sebelum tidur atau ketika kulit sudah mulai hilang kelembabannya. Maka dari itu, sejak dulu saya selalu beli yang ukuran jumbo 500 ml. Mama dan adik saya juga pakai lotion ini, dan sama seperti saya, mereka juga cocok.

Oh iya, cocok di saya belum tentu cocok di kamu, ya, karena namanya produk perawatan kulit itu cocok-cocokan tergantung jenis kulitnya. Tapi sejauh ini, untuk saya, saya masih cocok-cocok saja dengan lotion ini, jadi saya masih belum berniat pindah ke produk lain.

Price: Rp 18.000 (500ml)

Plus side:
+ Murah
+ Efektif memutihkan dan meratakan warna kulit

Minus side:
- Efek melembabkan kurang bertahan lama

Rate: 4.8 / 5

Aug 10, 2017


Yang suka koleksi lipstick, mari merapat, soalnya sekarang saya mau bahas tentang lipstick murah meriah dan produk lokal oke punya dari Mirabella!

deskripsi dan ingredients produk ada di plastik pembungkus (klik untuk memperbesar gambar)
Jadi beberapa minggu yang lalu, saya akhirnya ketemu lipstick yang saya cari ini. Banyak teman-teman saya yang bilang lipstick Mirabella itu oke, jadi saya tergoda untuk mencobanya juga. 

Entah apa cuma saya atau memang lipstick ini rasanya susah banget dicari di toko-toko di Denpasar sini. Soalnya sejak ngebet pengen punya, seolah lipstick ini jadi susah sekali saya temukan. Eh, tau-tau, begitu enggak kepengen lagi, nongol lah lipstick ini di toko dekat rumah saya. Meski niat saya buat beli sudah sedikit berkurang tapi karena kebetulan ketemu akhirnya saya memutuskan untuk membelinya saja, daripada nyesel. :p

exp date pada kemasan
Sebelumnya, saya memang berniat beli lipstick baru. Di kepala saya masih penuh sama bayangan Emma Stone dengan lipstick merah pekatnya. Maka dari itu semula saya berniat beli lipstick Revlon dengan shade merah persis seperti yang Emma Stone gunakan di iklannya, tapi saya malah nyasar beli Mirabella dan naksir warna nude pula!

Di pallet tester yang waktu itu diperlihatkan mbak penjaga section kosmetik yang judes itu, nomor 4 adalah warna nude-orange yang membuat saya seketika tertarik. Karena saya males tanya-tanya lagi sama mbak itu (karena dia menunjukkan sikap ogah-ogahan, ditambah dia luar biasa judes) akhirnya saya langsung pilih nomor 4. Tapiii begitu sampai di rumah dan membukanya, ternyata nomor 4 adalah warna merah tua!

lipstick no. 4
Masih jadi misteri kenapa warna di pallet tester dengan produknya sendiri bisa beda banget.. Indikasi yang paling masuk akal adalah mbak-mbak judes itu salah kasih lihat pallet tester ke saya. Bisa jadi pallet tester Mirabella yang dia kasih lihat ke saya malah dari seri yang berbeda!


Tidak cukup sampai di sana, saat pertama kali membuka kemasannya, ujung lipstick ini sudah agak meleleh. Sepertinya disebabkan oleh posisi ujungnya yang terdesak oleh tutupnya sendiri. Mungkin salah sejak pengemasan dari pabriknya mengingat saat beli lipstick ini masih tersegel rapi. Jadinya lipstick yang saya miliki bentuknya sudah 'penyok' dari awal. Sedih!


Untuk warnanya itu merah tua dengan sedikit sentuhan warna cooper. Tapi ternyata sentuhan warna cooper itu tidak terlalu kentara di bibir saya. 

Meskipun  warna merahnya bukan warna merah seperti lipstick Revlon yang saya mau, tapi guess what, sekarang saya malah jatuh cinta sama warna ini! Walau saat di buka warnanya terlihat 'berani' banget, nyatanya saat dipulas di bibir saya warnanya tidak se-ngejreng itu, kok. Finishing-nya agak glossy dan terlihat segar di wajah saya.

warna saat di swatch merah dengan sentuhan warna cooper
Meskipun namanya colormoist dan bertekstur creamy pada awal pemakaian, ternyata lipstick ini kalau agak mengering warnanya seperti lip tint! Jadi kalau saya pengen bikin Korean-look, cukup pulas lipstick ini di bibir bagian dalam lalu gradasikan dan biarkan mengering sendiri. Cantik, deh, warnanya!


Untuk staying power menurut saya lipstick murmer ini sudah oke banget!  Paling enggak kalau pake lipstick ini sehari-harinya saya cuma butuh touch up dua sampai tiga kali saja. Dipakai makan-makan cantik, sih, lipstick ini dijamin enggak akan langsung luntur. Lain cerita kalau makannya rusuh, ya!

Untuk masalah transfer enggaknya, karena teksturnya creamy sudah pasti bakal transfer, terutama sesaat setelah diaplikasikan. Tapi ajaibnya, seperti yang saya bilang, lipstick ini setelah mengering bisa memberikan efek tinted di bibir. Setelah beberapa waktu dan efek creamy-nya berkurang, di bibir warnanya jadi tinted dan enggak begitu transfer.

Bikin bibir kering enggak? Sometimes, sih. Untuk menanggulanginya saya biasanya pakai lip balm Nivea saya dulu, baru setelahnya saya pakai lipstick ini.

Enggak ngerti lagi deh, saya sekarang suka banget sama lipstick ini. Biar dikata lipstick murah saya tidak peduli. Sekarang doi saya bawa kemana-mana. Meski beli lipstick ini penuh 'kecelakaan kecil', sekarang saya malah sama sekali tidak menyesal membelinya. Recommended!

Price: Rp 12.000

Plus side:
+ Murah meriah
+ Warnanya cantik.
+ Lama-kelamaan efeknya tinted (suka banget!)
+ Staying power oke.

Minus side:
- Wanginya seperti mentega yang sudah lama disimpan (tipe wangi yang tidak saya sukai)
- Kemasan rapuh
- Kemasan yang saya dapat kurang rapi, membuat ujung lipstick sedikit tergencet
- Tidak ada keterangan warna pada kemasan, jadi kemungkinan salah beli warna besar sekali

Rate: 4.8 / 5

Aug 7, 2017


Kali ini saya mau review facial foam yang sedang saya gunakan sebulan belakangan ini, yaitu Nivea Sparkling White Whitening Facial Foam. Tertarik nyoba karena facial foam saya habis dan kebetulan sekali di toko dekat rumah sedang ada diskon untuk produk perawatan tubuh, produk ini salah satunya. Jadi, ya tau sendirilah, akhirnya saya beralih coba Nivea lagi setelah cukup lama tidak pernah mencoba facial foam-nya.

Jadi dulu itu, waktu SMP atau SMA ya? (saya lupa) pokoknya dulu saya sempat mencoba facial foam Nivea, tetapi dari varian yang lain. Kesan saya waktu itu, meskipun tidak menimbulkan break-out atau tanda-tanda ketidakcocokan yang lain, saya kurang suka dengan facial foam itu karena meninggalkan kesan licin di wajah yang menurut saya kurang membersihkan secara mendalam. Saya itu suka sensasi bersih dan kesat setelah cuci muka. Kalau wajah saya terasa bersih dan kesat barulah saya merasa puas. Hahah. Nah, untuk varian yang dulu saya coba tidak memberikan saya sensasi bersih yang saya inginkan itu. Akhirnya, saya berhenti beli facial foam Nivea untuk bertahun-tahun kemudian dan kembali mencari facial foam paling 'klik' buat saya.

deskripsi dan ingredients produk (klik untuk memperbesar gambar)
Saat beli Nivea Sparkling White Whitening Facial Foam ini saya sempat ragu-ragu karena takut kalau facial foam ini akan meninggalkan kesan 'kurang bersih' seperti yang dulu. Tetapi ternyata dugaan saya meleset. Facial foam ini ternyata mampu memberikan sensasi bersih yang saya inginkan!

Tetapi (ada tapinya).. di kulit saya yang cenderung normal/sensitif, setelah cuci muka kalau tidak buru-buru di-lock dengan pelembab, kulit saya jadi agak kering. Tetapi untuk jenis kulit oily seperti adik saya ternyata cocok-cocok saja dan tidak mengalami keluhan kulit kering seperti yang saya alami. Jadi mungkin tergantung jenis kulit, ya.


Untuk efek memutihkan, sepertinya tidak berefek untuk jangka panjang. Mungkin kalau diikuti dengan memakai rangkaian lengkapnya akan lain cerita. Tapi facial foam ini sudah bikin saya jatuh cinta karena selain memberikan sensasi bersih dan kesat (seperti yang saya suka) juga bikin wajah saya terlihat segar dan lebih cerah sesaat setelah cuci muka. 

Meskipun sesekali bikin kulit jadi agak kering, selebihnya saya tidak mengalami tanda-tanda ketidakcocokan apapun selama pakai facial foam ini seperti misalnya bruntusan kecil-kecil atau kulit kemerahan seperti yang biasanya saya alami kalau mulai tidak cocok sama produk tertentu. So, over all, saya suka sama produk ini dan sudah siap-siap mau stok lagi padahal yang saya pakai sekarang masih belum habis. :)

Price: Rp 20.000 ukuran 100ml 

Plus side:
+ Murah
+ Irit dipakainya (Hanya seujung kecil sudah cukup membersihkan seluruh wajah)
+ Wanginya segar
+ Efektif membersihkan wajah dari debu dan minyak berlebih
+ Wajah cerah dan bersih seketika setelah mencuci wajah. Pakai ini wajah saya jadi langsung terlihat bersih dan segar.
+ Tidak menimbulkan bruntusan dan redness di kulit wajah saya

Minus side:
- Sesekali bikin kulit wajah saya terasa kering, jadi harus segera pakai pelembab setelah cuci muka.

Rate: 4.5 / 5

Jul 25, 2017


Produk ini mungkin tidak banyak yang tau, ya. Saya sendiripun juga baru pertama kali ini dengar produk Creme 21 dan baru pertama kali ini juga mencobanya.

Saya beli produk ini setelah tidak sengaja lihat di toko dekat rumah saya. Sebenarnya saya tertarik beli produk di sebelahnya, yaitu Glysolid, yang bentuknya super jadul itu. Entah kenapa saya suka mencoba produk yang mungkin sudah ada sejak jaman nenek saya masih muda. Nah, Glysolid itu, kalau dilihat dari tampilannya, sepertinya produk itu memang produk klasik. Tapi setelah saya ke toko itu lagi, Glysolid nya habis. Akhirnya, jadilah saya membeli produk serupa: Creme 21.



Ternyata, sama seperti Glysolid, Creme 21 ini juga produk asal Jerman dan sama-sama produk klasik. Waktu saya iseng ketik Creme 21 di Youtube, keluarlah iklan produk ini yang sepertinya iklan keluaran tahun 70-an. Karena seperti yang saya bilang, saat tau kalau produk ini juga keluaran jadul, saya malah semakin suka. Jangan tanya kenapa karena alasan saya sebenarnya agak absurd, sih, soalnya saya merasa dengan menggunakan produk jadul saya merasa kembali ke masa lalu dan membuat saya merasakan 'sensasi' hidup pada jaman itu (don't laugh!) Oh iya, karena Creme 21 ini aslinya produk Jerman, di negaranya di baca Creme Ein und Zwanzig.

Creme 21 ini adalah krim pelembab yang bisa digunakan di gunakan di seluruh tubuh termasuk wajah untuk melembabkan kulit dan mencegahnya dari dehidrasi. Teksturnya kental, seperti Viva Skin Food tapi versi yang lebih kental lagi. Kalau di pakai di kulit, akan terasa berminyak sebentar lalu setelah di usap rata krim ini akan menyerap ke kulit dengan sendirinya, jadi tidak akan terasa lengket di kulit. Menurut saya, kemampuan melembabkannya oke ditambah krim ini juga tidak menimbulkan efek lengket di kulit setelah diaplikasikan secara merata. Saya biasanya menggunakan krim ini di siku, lutut, tangan, kuku dan pada bagian kulit yang rentan terasa kering. Untuk pemakaian di wajah, saya biasanya pakai kalau kulit wajah saya terasa kelewat kering saja, jadi saya tidak pakai setiap hari. Tapi sejauh ini, krim ini tidak menimbulkan breakout di wajah saya dan cukup membantu melembabkan, apalagi di saat cuaca dingin seperti sekarang.


Karena namanya juga all-day-cream, Creme 21 bisa dipakai setiap saat. Jadi meskipun teksturnya berat, walaupun pemakaian di siang hari kulit saya tidak terasa lengket saat pakai krim ini. Tapi biasanya, saya lebih suka pakai krim ini malam-malam sebelum tidur, jadi saya bisa lebih telaten menggunakannya dibandingkan pagi saat saya biasanya harus buru-buru. So, terserah kalian mau pakai krim ini kapan saja.

Price: Rp 18.000 (ukuran mini: 50 ml)

Plus Side:
+ Murah
+ Intensif melembabkan kulit
+ Tidak lengket
+ Mudah menyerap ke kulit, terutama saat kulit sedang kering

Minus side: Saya rasa tidak ada, hanya saja krim ini sepertinya agak susah di cari.

Rate: 4.5 / 5

Jul 24, 2017


Ini nih, pensil alis yang disebut-sebut sebagai pensil alis sejuta umat di Indonesia. Bahkan penulis Indonesia favorit saya, Dee Lestari, juga sempat me-mention pensil alis ini di blognya, lho!


Sebelum pensil alis ini begitu populer, sebenarnya saya sudah sering melihatnya di etalase-etalase toko. Tapi waktu jaman itu rasanya segala hal tentang alis bukan suatu fenomena seperti sekarang, deh. Waktu jaman itu rasanya saya masih bocah juga, jadi dunia pensil alis masih jauh dari pikiran saya dan prediksi tren dunia. Padahal mungkin waktu itu harga pensil alis ini belum kena inflasi, ya.. xD 

Sepertinya juga harga pensil alis ini jauh melonjak setelah banyak yang mengakui kehebatannya. Terbukti harganya melonjak sampai ke angka hampir tiga puluh ribuan sekarang. Kalau dulu mungkin tidak sampai segituan ya, tapi seperti yang saya bilang, harga naik pasti karena kualitasnya sudah terbukti, dong.

Cerita sedikit, meskipun saya demen pakai produk dari Viva Cosmetics tapi entah kenapa tidak terpikirkan buat saya untuk mencoba si-pensil-ajaib ini sebelumnya. Mungkin waktu itu saya masih cuek sama alis, hingga dunia tampaknya mulai mengusik ketenangan jiwa saya. Semenjak Cara Delevingne tampil dengan alis gondrong, dunia sepertinya jadi terobsesi bikin alis seperti itu dan parahnya tren seperti ini cukup mengintimidasi orang-orang beralis apa adanya (baca: tipis) seperti saya ini. Kemana-mana sepertinya orang selalu memention alis tipis saya sampai saya enggak enak hati (hiperbola). Saat itulah saya sadar kalau sepertinya saya harus beli pensil alis untuk mempercantik tampilan alis saya.

Oke, sebelum memutuskan beli, saya sebenarnya sudah sempat pinjam pensil alis viva punya adik saya terlebih dulu (karena sepertinya adik saya yang lebih dulu 'ngeh' dan peduli sama dunia alis-mengalis), dan ternyata saya cocok dengan warna coklat kemerahan khas pensil alis ini. Atas rekomendasi adik saya juga akhirnya waktu beli saya enggak ragu lagi dan langsung memilih pensil alis ini sebagai korban saya berikutnya.


Mungkin menurut beberapa orang warnanya agak terlalu merah, ya. Di saya pun kalau pakainya agak tebal warna kemerahannya jadi terlihat sekali. Jadi saya biasanya pakainya tipis-tipis saja. Paling tidak untuk memberikan kesan alis natural sudah cukup. Lagipula, saya juga tidak terlalu suka menggunakan pensil alis tebal-tebal karena menurut saya wajah saya malah terlihat seram kalau alisnya tebal dan jatuh-jatuhnya terlihat tidak natural. 


Tekstur pensil ini keras, jadi mudah sekali digunakan untuk membentuk alis dan mengarsirnya. Tapi meskipun keras, mengaplikasikannya tidak menyakitkan, kok. Pokoknya, untuk pemula (seperti saya), bikin alis jadi terasa lebih mudah dengan tekstur pensil alis seperti ini karena teksturnya memudahkan kita untuk mengatur ketebalan warnanya sesuai dengan yang kita inginkan.

simulasi alis di tangan saya
Untuk staying power, warnanya cukup tahan lama. Simulasi alis di tangan saya itu bertahan bahkan setelah di basuh air. Kalau di gosok-gosok warnanya baru akan hilang. Hal yang sama sepertinya juga berlaku di alis sungguhan karena warnanya ternyata bertahan cukup lama di alis saya. 

Price: Rp 28.500 

Plus Side:
+ Staying power buat saya cukup oke
+ Warnanya cocok di kulit saya
+ Buat saya, pemakaian pensil ini awet sekali. Sejak beli awal bulan Juli, ini baru kedua kalinya saya menyerut pensil alis ini.
+ Affordable karena harga sesuai dengan kualitas yang di dapatkan. 
+ Ujung pensil tidak mudah patah
+ Sudah dilengkapi tutup.

Minus Side: 
- Warnaya coklat kemerahan, jadi mungkin akan kurang cocok di beberapa tone / warna kulit.

Rate:  4.5 / 5


Jul 22, 2017


Awal membeli buku ini karena tertarik pada judulnya dan dari sekelumit cerita yang menggantung di sampul belakangnya. Bercerita tentang seorang psikiater bernama Hector dan keingintahuannya untuk mencari kebahagiaan hingga ia nekat berkelana ke Negeri Cina, Afrika dan Amerika hanya untuk mempelajari arti kebahagiaan itu sendiri.


Sebagai seorang happiness seeker, saya langsung tertarik pada buku ini. Pertama, karena saya ingin tau arti kebahagiaan apa yang Hector pelajari selama pejalanannya di tiap negara yang ia jelajahi. Kedua, karena Hector seorang psikiater dan saya ingin tau lebih banyak tentang psikologi dan arti kebahagiaan dari sudut pandang seorang psikiater. Ketiga, karena saya ingin tau mengapa Hector sampai rela menjelajah ke banyak negara hanya untuk mengetahui hal sederhana tapi kompleks: kebahagiaan. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya pergi ke kasir dan membelinya.

Menurut saya buku ini enak dibaca, banyak cerita lucu yang menggelitik saya sesekali. Tapi sayangnya, saya tidak menemukan arti kebahagiaan menjadi sesuatu yang menonjol dalam cerita ini, padahal bukunya soal seorang pria yang mencari kebahagiaan.

Saya tau kalau laki-laki merupakan makhluk yang mudah dibuai oleh keindahan visual, tapi Hector sepertinya mudah sekali tertarik pada kecantikan wanita dan dalam cerita ia seringkali diam-diam memuji kecantikan wanita yang ditemuinya di setiap tempat. Hal ini membuat saya sedikit kesal pada Hector yang tampaknya mudah sekali 'keluar jalur' sehingga menimbukan kesan implisit kalau Hector bukan seorang happiness seeker, tapi lebih seperti seorang pleasure seeker.

Dari cuplikan di sampul belakang buku saya mengharapkan perjalanan Hector ke berbagai negara akan seperti cerita Lis dalam Eat, Pray, Love -spiritual, emosional- cerita tentang bagaimana ia menjadi orang asing yang harus survive dan menemukan kebahagiaan juga jati dirinya di negeri yang sama sekali asing baginya. Saya juga membayangkan Hector akan menceritakan bagaimana ia tersesat di gang-gang rumit di Cina, berlarian dengan anak-anak kecil di tanah Afrika atau membayangkan Hector duduk di kursi sebuah taman di Amerika lalu secara tidak sengaja menemukan arti kebahagiaan setelah mengamati pasangan tua yang duduk di seberangnya. Tidak, nyatanya Hector belajar tentang arti kebahagiaan dengan cara yang berbeda.


Tapi ada hal yang saya setujui dari Hector tentang konsep kebahagiaan yang ia sebut di awal: manusia sering merasa bahwa ia tidak cukup bahagia, seakan-akan ada sesuatu yang lebih pantas untuknya di luar sana dibandingkan yang ia miliki sekarang. Hal itu membuat manusia tidak lagi puas pada hidupnya dan membuatnya less-happy. Hector sendiri sepertinya demikian. Hector diceritakan memiliki hidup bahagia sebelum akhirnya tergelitik untuk merasa tidak bahagia hingga ia nekat pergi jauh hanya untuk menjadi bahagia, padahal sebelumnya ia sudah sangat bahagia! (No, that's not a riddle!) In this case, we just like him. Kita suka cari masalah sendiri dengan merasa tidak bahagia, padahal kalau kita mau membuka mata tidak ada alasan bagi kita untuk merasa tidak bahagia sekarang. 'Just don't think too much about something uncertain when you already have what you need', kira-kira begitulah kesimpulan yang dapat saya (secara pribadi) tarik setelah menyelesaikan buku ini.

Pada akhirnya, buku ini cukup menarik dibaca, karena meskipun tidak sesuai bayangan saya, nyatanya buku ini masih memuat beberapa sudut pandang yang menarik soal arti kebahagiaan yang mungkin belum pernah kita pikirkan sebelumnya.

Maybe we can learn something from Hector.
Powered by Blogger.