Oct 24, 2018


Sebelumnya, tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk ikut kelas tentang membuat kopi. Haha. Saya bukan seorang barista, tetapi saya tidak menampik bahwa saya termasuk seorang penikmat kopi. Salah satu ingatan masa kecil yang masih membekas di benak saya adalah, waktu kecil dulu, saya suka sesekali nyolong kopi Mama saya di dapur (tbh, sampai sekarangpun, kalau Mama saya bikin kopi, saya masih suka nyolong seteguk dua teguk lalu ngelengos pergi. Haha).

Keluarga besar saya, baik dari pihak Papa maupun Mama, keduanya suka sekali ngopi. Kata Mama saya, di keluarganya dulu, anak-anak kecil sudah diajarkan untuk ikut ngopi bareng orang tua mereka, jadi wajar saya mewarisi hal yang sama. Tidak heran saya jadi suka ngopi juga.

Tetapi sebelumnya kopi tidak pernah jadi hal yang serius buat saya. Saya tidak terlalu memusingkan jenis kopi apa yang saya minum. Jadi, sebelumnya, saya tipe penikmat kopi yang masa bodoh. Saya tidak pernah tertarik untuk tau dari mana kopi saya di tanam dan sebagainya. Asalkan kopi yang saya minum sudah enak menurut lidah saya, saya merasa sudah cukup senang. Simpel.

Tetapi nyatanya masalah per-kopi-an ini punya seninya sendiri. Sebelumnya saya tidak pernah benar- benar memahaminya, oleh karenanya saya tertarik untuk setidaknya expand pengetahuan saya soal ini.

Agustus kemarin, saya berkesempatan untuk tau lebih jauh tentang kopi setelah saya mendaftarkan diri secara mendadak dalam kelas pengenalan pembuatan kopi dan latte art yang diadakan di Biliq Bali Co-Sharing Space oleh Red Castle Coffee. Saya sebut mendadak karena saya waktu itu hanya melihat sepintas post Instagram tentang kelas kopi ini, dan tanpa pikir panjang -and without any companion of my friend, saya nekat mendaftar sendiri ke kelas itu. Hal itu semata-mata saya lakukan supaya bisa menjawab rasa kepo saya soal kopi. Sebagai penikmat kopi, saya merasa ingin mempelajari atau setidaknya tau lebih banyak tentang kopi itu sendiri. So I dare myself to join this afternoon class.



Admiring sekitar sebelum kelas mulai

Sabtu itu, saya benar-benar datang sendiri. Ini pengalaman mendebarkan buat saya karena hari itu pertama kalinya saya mengikuti kelas tentang kopi, sendirian, dan benar-benar datang tanpa pengetahuan yang seberapa tentang kopi itu sendiri.

Sesi Pertama

Kelas di mulai dengan sejarah kopi, asal muasalnya, lalu proses pembuatan kopi hingga tekhnik dalam pembuatan kopi secara teoritis. Berbeda dengan saya, kelas yang diisi sekitar dua puluh orang itu diikuti oleh penikmat kopi yang paling tidak sudah mengerti istilah-istilah soal kopi seperti brew, cold brew, crema, grinding, foam dan sebagainya. Haha, but then, now I know. ;)

Membedakan halus dan kasarnya serbuk kopi

Sesi kedua kemudian diisi dengan praktik. Nah, praktiknya sendiri tidak dilakukan oleh pesertanya langsung, tetapi melihat bagaimana Paulus Nugraha dari Red Castle Coffee mengeksekusi teori yang sudah dijelaskannya tadi di sesi pertama menjadi gelas-gelas kopi yang siap dicicipi oleh peserta. Pada saat itulah, kami tau bahwa proses grinding, takaran serbuk kopi, kuatnya tekanan, lama proses pembuatan, suhu air dan lama ekstraksi semuanya akan mempengaruhi cita rasa dari kopi itu sendiri meskipun biji kopinya dari bungkus yang sama. It's kinda mind blowing buat saya yang benar-benar awam soal ini.

Cappucino

Latte

Setelah menyicipi the father of all coffee, yakni espresso, kami lanjut menyicipi milk based dan melihat sendiri bagaimana latte art itu sendiri. Di sini saya belajar pembuatan tiga jenis milk based coffee yakni cappucino, latte dan flat white dan apa perbedaan ketiganya.

Bubaran kelas

Siang itu, setelah acara selesai, kami sebagai peserta masing-masing diberikan cinderamata berupa biji kopi dari Red Castle sendiri dan sertifikat peserta. Tetapi lebih dari itu semua, saya pulang dengan banyak pengetahuan baru tentang kopi.

From now on, I know how a good coffee taste like.

Oct 17, 2018

Sejak kecil dulu, saya tumbuh sebagai anak yang suka banget sama buku. Entah kenapa, pokoknya kalau lihat buku, ada perasaan tertarik dan bikin saya happy banget. Haha.

Saya sendiri sebenarnya bukan tipe yang kutu buku banget, sih, tapi saya suka baca dan saya suka koleksi buku. Don't really know which side I am, but I just know that I love books. That's it. Kalau ingat masa kecil saya dulu, saya selalu kegirangan setiap kali orang tua bilang mau mengajak saya pergi ke toko buku. Lucunya, perasaan ini tidak berkurang bahkan setelah saya beranjak dewasa. Saya masih suka ke toko buku, entah hanya untuk sekedar jalan-jalan atau memang untuk hunting buku.

Belakangan, saya mencoba untuk eksplorasi ke tempat-tempat baru, masih di tanah kelahiran saya sendiri: Bali. Saya merasa beruntung tinggal dan hidup di Bali karena setiap sudutnya memberikan kesan yang dalam buat siapa saja yang pernah singgah. Setiap tempat yang saya kunjungi, selalu memberikan vibe dan ambience yang membuat saya ingin kembali lagi. Saya sendiri jatuh cinta pada Sanur. Entah pada pantai-pantai cantiknya, entah pada suasana cafe di saat brunch, dan pada deretan-deretan art shop yang artsy; semua hal itu selalu bikin saya jatuh cinta dan ingin selalu kembali ke sana.

Di Sanur juga, saya menemui satu tempat hunting buku yang menarik. Sebuah toko buku bekas kecil bernama Malia Ex Tailor and Alami Used Book Warung. Tidak sulit menemukannya, letaknya dekat sekali dengan Pasar Sindhu.



Tempat ini sudah cukup lama menarik perhatian saya karena, pertama, saya selalu tertarik pada toko buku; kedua, karena jarang buat saya bisa ketemu tempat yang menjual buku bekas asing; dan ketiga, meskipun tempatnya mungil, deretan buku yang terlihat dari jendela kacanya membuat tempat ini jadi terlihat outstanding di mata saya. Karena beberapa hal itulah, akhirnya berhasil membuat saya menepi dan mengunjunginya.

Minggu siang itu, saya berencana untuk pergi ke pantai bersama teman. Meskipun kami sudah sering ke pantai, tapi siang itu saya benar-benar membuat rencana dadakan dan pergi duluan sebelum teman-teman saya bersiap diri. Sesuai rencana, sebelum ke pantai, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi toko buku mungil yang sudah menarik perhatian saya sejak jauh-jauh hari ini.

Asli, begitu masuk, saya merasa girang bukan main karena merasa menemukan my next favourite place untuk cari buku asing. Di toko kecil ini, kita bisa menemui buku bekas mulai dari yang berbahasa Inggris sampai yang berbahasa Danish. Namun dari koleksinya lebih dominan buku berbahasa Inggris kemudian diikuti koleksi buku berbahasa Jerman dan Prancis. Pemilik tempat ini juga baik banget dan welcome saat melayani pengunjung which is a plus. A good greetings always feels good. :)




Pertama kali ke sana, saya membeli dua buah buku berjudul Blink: The Power of Thinking Without Thinking oleh Malcolm Gladwell (who doesn't know this book?) dan buku bacaan yang ringan sekali berjudul New York oleh Lily Brett.



Siang itu, saya happy banget. Meskipun awalnya masuk ke toko itu tanpa tujuan apapun, akhirnya saya membawa pulang dua buah buku yang membuat saya tidak sabar untuk segera membacanya. Sesuai rencana awal, saya membawa buku itu ke pantai untuk menemani siang saya sambil menikmati suasana tenang khas pantai Sanur.

Who knows that definition of 'happy' should be this simple? :)

Oct 14, 2018





Hello guys, long time no see.

Kata-kata 'long time no see' mungkin sudah basi banget, nih, kalau saya ulang lagi mengingat beberapa post terakhir saya juga saya mulai dengan kata-kata 'long time no see'. But, ya, lama banget memang saya sudah tidak menulis lagi. Blog ini juga jadi sepi luar biasa, tidak ada cerita, tidak ada post baru. Benar-benar tertinggal dan kosong selama berbulan-bulan lamanya.

The truth is, belakangan saya sedang sibuk-sibuknya being happy. :) Yes, I'm too consumed of being happy and I am happy now. :)

Bukan berarti sebelumnya saya tidak pernah happy, ya. I am always happy, namun sekarang saya mengenal arti bahagia dari sisi yang sedikit berbeda dari biasanya.

Sejak awal tahun ini, saya berencana untuk living my best life. Saya berniat untuk open terhadap segala opportunity, open terhadap segala pengalaman-pengalaman baru dan open terhadap hal-hal baru. Tidak jelas apa motivasi saya sebelumnya, mendadak saja saya ingin hidup sehidup-hidupnya.

Sebagai seorang idealis dan introvert garis keras, tidak mudah bagi saya untuk membuka diri pada banyak hal baru. It's overwhelmed me at some point. Dulu belanja sendirian saja sudah bikin saya grogi bukan main. Saya tidak biasa pada perubahan mendadak. Saya tidak terbiasa menghadapi beberapa situasi sendirian. Saya juga tidak terbiasa pada konsep hidup coba ini dan coba itu tanpa perencanaan yang tersusun rapi (yang seringkali karena terlalu lama mengatur rencana, malah ujung-ujungnya tidak jadi. haha!). Namun sejak awal tahun ini saya membuat semacam perjanjian pada diri saya untuk mencoba banyak hal baru. Explore, explore, explore.. batin saya pada diri sendiri.

So I do.

Bahkan sebelum tahun ini benar-benar berakhir, saya sudah berani menobatkan bahwa tahun ini adalah tahun terbaik saya. ;)

Awal tahun saya awali dengan pengalaman yang sedikit ekstrim. Saya mencoba wahana swing di atas tebing yang memacu adrenaline! Untuk orang yang tidak suka coba-coba macam saya ini, meskipun swing begitu seharusnya terlihat relaxing, tapi buat saya itu adalah pengalaman yang menegangkan! Tidak satupun hasil foto saya terlihat rileks! But after all, pengalaman itu jadi semacam milestone saya buat tahun ini. Terbukti setelahnya, saya tidak pernah merasa menjadi orang yang sama lagi.

Asli tegang banget ini. Kerasa banget gak, sih, tense-nya? haha.
Memang betul kata pepatah, kamu bisa berubah ketika kamu memutuskan untuk mengubah cara pandangmu dan cara berpikirmu. I feel it myself. Once I choose to be more open to a new things, I become a new person to. I have so many new things that I have experienced this year. Beberapa diantaranya mungkin tidak pernah terbayangkan oleh saya satu tahun sebelumnya, seperti misalnya nonton bioskop sendiri (And yes, tahun ini saya sudah memberikan tanda centang untuk bucket list saya yang satu itu! Rasanya tidak sengenes yang kalian bayangkan, kok. Trust me.). :)



Saya juga tidak tau kalau saya begitu jatuh cinta pada pantai sampai setelah saya mengiyakan ajakan teman saya untuk mantai bareng di beberapa pantai yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.

Sebenarnya waktu kecil dulu saya sering mantai bareng sama orang tua dan adik saya, tapi begitu beranjak dewasa, karena kesibukan, saya lebih suka menghabiskan akhir pekan hanya dengan tidur di rumah saja. Hal itu membuat kegiatan mantai sempat menjadi sesuatu yang begitu spesial, hampir-hampir sakral buat saya sangking jarangnya pergi mantai. Orang mungkin berpikir, but, hey, you live in Bali. Yes, I know tapi magernya itu loh gak bisa dikalahin. Haha!

Sampai ketika saya memutuskan untuk mengalahkan rasa mager dengan perasaan open minded, saya baru menyadari bahwa pantai-pantai di Bali memang benar-benar indah dan masih benar-benar cantik. Saya sempat malu karena baru mengakuinya sekarang. Saya malu sama bule-bule yang seliweran di sekitar saya. Saya malu sama mereka karena sebagai warga lokal, sepertinya saya tau jauh lebih sedikit dari mereka tentang tanah kelahiran saya sendiri.

'Kemana aja lu selama ini?', begitu pikir saya dalam hati. But really, sekarang saya jadi menyadari bahwa saya benar-benar hanya tau sedikit tentang sekitar saya dan tentang dunia. Mungkin itu alasan saya dulu sering grumpy, karena saya hanya tau sedikit hal dan kebanyakan dari mereka hanya menimbulkan kepenatan buat saya. Saya hanya tau rutinitas kerja-kampus-rumah selama beberapa waktu. Saya enggan open up karena mager. Padahal kalau mau open up dari dulu, sebenarnya banyak alasan untuk bisa jadi happy, sesederhana pergi dan berjemur di pantai.

Pantas saja orang harus liburan sesekali untuk stay sane. LOL.

Menakjubkan buat saya ketika menyadari setelah mencoba banyak hal baru ini, tidak hanya pengalaman baru yang saya dapatkan tapi juga cara pandang yang baru terhadap dunia. Meskipun terkadang ketika pulang kerja, badan capek, kita jadi mudah menyalahkan keadaan dan memandang dunia tak ubahnya bagai neraka, seakan-akan hidup ini tidak adil dan hal negatif lainnya tetapi kalau kita mau saja berhenti sejenak dan melihat sekitar kita, hey, life is not that bad!

We have air to breath in, we have water that's still run, we have time, we have this body. Kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk hidup and we should be grateful for that. Appreciate that! Plus, bagusnya lagi, ketika kita bersyukur dan bisa mengapresiasi apa yang kita miliki, mendadak dunia terlihat begitu indah. Mendadak kita merasa utuh, content, and it's great!

Pada akhirnya, saya sampai di satu titik dimana saya juga menyadari bahwa dunia ini penuh dengan banyak hal menarik. Satu-satunya alasan mengapa kita tidak bisa melihat 'hal-hal menarik' itu adalah karena kita tidak pernah mencoba untuk membuka diri terhadapnya. Ketika kita memilih untuk membuka pintu rumah kita, pasti ada saja tamu yang datang pada rumah kita. Percaya, deh, the moment we let the magic happens, it will be happen!

I am not a pro explorer yet (Saya bukan Dora!), tapi percaya, deh, pengalaman-pengalaman kecil yang saya lalui ini sudah cukup berhasil mengubah saya menjadi orang dengan cara yang pandang baru and I am happy with that. Kalau pengalaman kecil begini sudah bisa mengubah seseorang, bayangkan saja apa yang bisa diubah oleh pengalaman besar macam berenang dengan paus di laut lepas yang dilakukan oleh para explorer! (Itu hanya analogi, saya tidak benar-benar tertarik dengan konsep mencari pengalaman dengan cara-cara ekstrim, kok. LOL.)

So, life is good. Appreciate it with gratefulness and let the magic happens within you. Spread love!
Powered by Blogger.