Jun 5, 2019



Cerita selanjutnya tentang rush vacation ke Malaysia dan Singapore di hari kedua, kami pergi ke Malaka.


Cerita sedikit kenapa kami pilih melancong agak jauh ke selatan Malaysia padahal kita menginapnya di Kuala Lumpur karena sayang sekali kalau tidak mampir, mumpung ke Malaysia. Selain di Malaka itu spot fotonya banyak banget, kita juga disuguhkan sama liburan ala kota tua nan bersejarah. Oh iya, Malaka itu juga terkenal sama cendol duriannya dan kalian harus coba!


Nah, pagi itu kami berangkat sekitar jam 10. Semula kami ingin berangkat lebih pagi, tetapi apa daya karena kecapaian di hari pertama, akhirnya kami mengundur waktu berangkat menjadi pukul sepuluh dan menurut saya itu keputusan yang salah! Waktu jalan-jalan kami di Malaka jelas jadi sangat terpangkas karena mengulur waktu berangkat!


Karena letaknya yang jauh dari Kuala Lumpur (Sekitar 2 jam perjalanan), option paling masuk akal untuk sampai ke Malaka adalah dengan menggunakan bus dari Terminal Bersepadu Jaya (TBS). Dari Petaling, kami harus naik Grab dulu untuk sampai ke TBS. Jarak dari Petaling ke TBS sendiri sekitar 15-20 menit perjalanan. Jadi kalau ditotal-total waktu untuk sampai dari Petaling ke Malaka itu sekitar kurang lebih dua setengah jam perjalanan dan itupun baru sampai terminal Malaka Central-nya saja. Jadi sebaiknya, bagi kalian yang berencana untuk mengunjungi Malaka dalam waktu seharian saja seperti kami, saya sarankan untuk mengatur waktu berangkat lebih awal supaya bisa lancong lebih lama di sana.


Oke, dari cerita-cerita kami dengan Kakak driver Grabnya, dia bilang Malaka itu aman, kok, untuk pelancong perempuan. Dia malah menyarankan kami untuk take time di Malaka dan menginap saja lain kali di sana. Kata dia supaya puas berliburnya karena sebetulnya banyak hal yang bisa di eksplor di Malaka. Karena kami tidak memiliki spare waktu untuk berlibur lama-lama di Malaka, kami berencana hanya akan mampir ke satu tempat saja, apalagi kalau bukan untuk foto-foto. Lucunya, saya yang waktu itu mengomandani trip ke Malaka ini sama sekali enggak tau dimana tempat itu berada! Pokoknya berbekal percaya diri dan energi penuh semangat untuk berpetualang, saya hampir lupa untuk cari info dulu. Jadi bisa dikatakan, kami pergi ke Malaka benar-benar tanpa tujuan jelas. Yang kami tau, kami cuma mau foto-foto di mural dekat sungai dan coba es cendol. Udah. Itu doang. We have no idea that Malacca is that big and that far from KL. Hampir-hampir seperti perjalanan dari Denpasar ke Singaraja, cuma bedanya, tanpa melewati jalan meliuk-liuk saja. Kami baru tau semuanya setelah sampai di Malaka-nya.



Dari Grab yang membawa kami dari Petaling ke TBS, kami lanjut mencari tiket tujuan Malaka Central dengan waktu keberangkatan paling dekat. Kami dapat keberangkatan pukul 10.30 pagi. Cerita sedikit, TBS itu terminalnya bagus banget, hampir seperti bandara. Disitu saya merasa terheran-heran, kira-kira di Indonesia kapan, ya, terminalnya bisa sebagus, serapi dan setertata itu?



Suasana terminalnya seperti bandara, super bersih dan nyaman! (Eits, jangan salfok! LOL)

Dari TBS, kami berangkat ke Melaka Central, terminal utama di Malacca City. Sepanjang perjalanan dari TBS ke Melaka Central kami hanya tinggal tiduran di bus yang membawa kami ke tujuan. Waktu itu kami naik bus Mayang Sari and the ticket is only RM 11 - 12 per orang. Cheap! Busnya juga super nyaman dan perjalanan juga berjalan dengan aman tanpa gangguan. Pokoknya di Indonesia, saya rasa bus dan angkutan umumnya belum ada yang sebagus itu.

Tiket bus menuju Malacca RM 11.40 yang kalau dirupiahkan hanya sekitar kurang lebih Rp 40.000-an saja.

Bus Mayang Sari ini nyaman, dan bersih. Perjalanan dua jam benar-benar nyaman dan penumpangnya juga tertib.

Nah, setelah sampai di Melaka Central, kami lapar. Bubur yang kami makan untuk sarapan sepertinya sudah habis terserap selama hampir dua jam perjalanan. Jadi kami langsung melipir ke Subway karena alasan personal: di Bali tidak ada Subway. Haha. Ya, jadi kami makan siang dulu sambil cari-cari informasi kemana sebenarnya tujuan kami. Setelah googling, kami sepakat kalau kami akan berkunjung ke Jonker Street.


Nyoba makan Subway. Maklum, di Bali tidak ada.

Setelah makan, kami segera mencari Grab untuk membawa kami ke Jonker Street. Tapi sebelum itu, kami juga menyempatkan diri untuk beli tiket pulang kembali ke KL. Kalau kalian mau ngantri dan beli secara manual, kalian bisa ikutan mengantri di antrian dan membeli tiket dengan bantuan mbak dan mas penjual tiketnya, tapi kalau kalian mau cepat, di sana juga sudah ada mesin yang memudahkan kalian untuk memilih dan membeli tiket kalian sendiri. Kalian juga bisa memilih tempat duduknya langsung di layar mesin, loh! Untuk ukuran terminal, fasilitas di Malaysia sudah cukup keren, lah, pokoknya.

Self service membeli tiket dengan mesin.

Sesampainya di Jonker Street, kami langsung strolling around di The Stadhuys, bangunan merah peninggalan kolonial Belanda yang masih terjaga dan terawat. Di area luar museum itu sendiri banyak banget lapak oleh-oleh dan ada becak super fancy yang bisa disewa untuk keliling area Jonker Street. Lucunya, becak super fancy ini muter lagu dangdut Indonesia, loh! Jadi, meski suasananya seperti di Belanda tapi lagu latarnya lagu "Lagi Syantik" yang mengalun dari becak-becak fancy itu. Saya dan adik saya terkekeh geli mendengarnya.

Stadhuys; yang warna-warni super fancy itu becak. Jadi kita bisa sewa becak untuk keliling Jonker Street full music! LOL.



Selesai strolling di the Stadhuys, kami lanjut menyebrang jalan dan lanjut strolling di pinggir sungai Malacca. Ini tempat yang terkenal untuk foto-foto. Banyak banget turis yang foto-foto di sana karena tempatnya yang memang instagramable banget. Dari sungai ini juga ada akses ke gang-gang kecil yang super artsy yang memang diperuntukkan untuk tempat berfoto. Saya dan adik saya memilih untuk langsung ke spot colorful di Kiehl's Heritage setelah sebelumnya jalan-jalan ke museum tulisan kanji yang letaknya tepat di sebelah Kiehl's Heritage ini. Waktu itu, untuk masuk ke museum ini kami sama sekali tidak dikenakan biaya masuk apapun alias gratis.



Malacca rasa Belanda

Musium Lukisan dan Tulisan Kanji yang bisa dikunjungi tanpa dipungut biaya.







Selesai foto-foto di Kiehl's Heritage, kami jalan-jalan di sekeliling Jonker Street dan mampir untuk beli penganan oleh-oleh. Kalau menurut saya, duren favoritnya di sana. Mulai dari es cendol durian sampai kopi durian ada di sana. Kalau kalian suka durian, kalian pasti senang banget coba-coba variasi minuman dengan bahan dasar durian di sana. Kopi juga sepertinya jadi daya tarik, ada beberapa coffee shop lucu di sekitaran sana yang bisa kamu kunjungi juga.

Oh, iya, sedikit fun fact, gula aren kalau di Bali sebutannya gula Bali, kalau di Jawa disebut gula Jawa, nah, ternyata, di sana pun gula aren punya sebutan sesuai tempat asalnya, jadi di sana namanya gula Melaka! Hanya gula jenis ini yang menurut saya tidak konsisten masalah nama. 😆

Puas belanja oleh-oleh, kami langsung melipir ke kedai es yang kelihatannya favorit di sana, nama kedainya Madam Yum. Banyak banget opa-opa dan oma-oma yang main ke sana, jadi kami pikir kedai itu mungkin kedai yang klasik alias sudah ada sejak lama (tapi gak tau juga sih, benar apa enggaknya. Hahha!) Jadi pikir kami kami harus coba nih makanan yang legend model begini. Jadi kami memutuskan untuk mencoba es cendol duriannya. Entah karena cuaca di sana memang super panas atau karena memang esnya enak, pokoknya es cendol durian itu menempati posisi istimewa di hati kami setelahnya. Usut punya usut, es cendol durian yang kami coba bukanlah es cendol durian legend yang disebut-sebut orang! Nyatanya, es cendol durian yang wajib coba itu ada di seberang sungai, dan kami clueless banget kalau ternyata es cendol durian legend itu ada di sana! Lol! Tapi meskipun salah, kami tidak menyesal banget sih, soalnya es cendol Madam Yum yang kami coba itupun sudah termasuk enak banget.

The one that my sis enjoying is Es Cendol Durian yang enak parah. Pas untuk cuaca Melacca yang panas. Begitu balik ke KL, kami tidak bisa menemukan es cendol durian seenak ini di sana.

Kami berjalan-jalan di sana sekitar dua atau tiga jam saja. Singkat banget. Itupun kami cuma main di sekitaran Jonker Street, tidak sampai eksplor jauh-jauh karena terhalang waktu lancong kami yang super singkat. Kami balik ke terminal Malaka Central sekitar jam empat sore dan menunggu dulu sampai bus yang kami tumpangi datang. Kurang lebih pukul 5 sore, kami berangkat kembali ke Kuala Lumpur dan tiba sekitar pukul 7 petang. Langit mulai gelap ketika kami sampai kembali di TBS. Sisa malam itu, kami tidak memiliki plan apapun lagi karena capek. Jadi, kami memutuskan untuk hanya cari makan di Petaling saja lalu beristirahat di hotel sambil merencanakan rencana jalan keesokan harinya.

Udah. Itu dia cerita liburan hari ke dua kami di Malaysia. Meski sekarang sudah hampir tiga bulan berlalu, saya rasa saya masih belum bisa move on. Lol. Hope we can come back soon!

Thanks for reading, guys!

Warmly,

Golda ❤

Mar 16, 2019



Sebenarnya agak bingung juga mau sebut ini hari pertama atau bagaimana, karena kalau dilihat dari jam kedatangan kami saat sampai di KLIA, kami sampai sekitar pukul satu dini hari 😆. 


Anyway, jadi begitu sampai, kami menginap selama beberapa jam di bandara sampai matahari terbit. Kami memilih menginap di bandara bukan tanpa alasan. Karena pertama kali pergi ke Malaysia hanya berdua saja dan tanpa bayangan apapun tentang transportasi apa yang bisa kami tumpangi pada jam semalam itu, kami lebih memilih untuk tinggal di bandara. Ternyata usut punya usut, jarak antara KLIA sampai ke Kuala Lumpur itu lumayan jauh. Sekitar dua jam perjalanan dengan bus, itupun juga kalau jalan tidak begitu padat. Sebagai tourist perempuan, kalau tiba pada jam semalam itu, menginap di bandara adalah pilihan yang oke menurut saya. Lagipula, bandara KLIA luarbiasa besar, aman dan ada beberapa resto yang buka 24 jam, jadi tidak usah cemas.


Oh iya, begitu sampai di negara orang, kita wajib beli kartu sim untuk telepon genggam supaya bisa tetap berkomunikasi dengan keluarga di rumah. Kalau masih dalam lingkungan bandara, kita masih bisa survive hanya dengan mengandalkan wifi, tetapi kalau sudah keluar area bandara, kita kudu punya kartu sim untuk tetap bisa berkomunikasi. Di bandara manapun itu, begitu sampai kita bisa langsung membeli kartu sim di bandaranya. Ada pilihan beberapa provider, jadi tinggal pilih yang sesuai kebutuhan saja dan tentunya yang paling worth it.


Selesai beli kartu sim, saya dan adik langsung menuju ke salah satu resto yang sepertinya buka 24 jam, namanya Nam Heong Ipoh dan memesan makanan di sana. Makanannya cukup enak dan Ipoh White Coffee-nya bikin saya dan adik saya jatuh cinta. Adik saya terutama, karena dia yang awalnya bukan penyuka kopi bisa suka berat sama kopi ini.

Nam Heong White Coffee-nya enak

Selesai makan, sekitar pukul tiga pagi, kami mencari tempat untuk beristirahat di kursi-kursi kedatangan. Jangan takut tidak ada tempat beristirahat, ada banyak kursi yang disediakan untuk beristirahat sebentar di sana.


Sekitar pukul enam pagi, saya dan adik saya segera bersiap untuk berangkat ke Kuala Lumpur. Ada banyak pilihan transportasi yang bisa kita pilih untuk sampai ke Kuala Lumpur. Kami sendiri memilih naik bus yang langsung membawa kami ke Pudu Sentral. Harga tiket busnya cuma RM12.00 per orang. Pastikan untuk stand by di tempat penjemputan penumpang lima belas menit sebelum waktu keberangkatan kalau tidak ingin ketinggalan bus.

Tiket bus dari KLIA2 menuju Pudu Sentral


Karena terjebak macet, kami sampai di Pudu Sentral sekitar pukul sembilan pagi. Dari Pudu Sentral, hanya butuh jalan kaki sedikit untuk sampai di Petaling Jaya.


Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, kami memilih penginapan di Petaling Jaya. Kawasan pecinan biasanya memang terkenal kotor dan ramai. Saya sendiri sudah menyadari konsekuensi soal hal itu. Tetapi setelah mempertimbangkan banyak hal, termasuk kemungkinan kalau cuaca buruk, setidaknya kami bisa berjalan-jalan di sekitar Petaling Jaya saja. Jadi, opsi untuk menginap di Petaling Jaya-lah yang akhirnya kami setujui bersama. 


Pilihan saya jatuh pada Hotel Chinatown Inn. Dari luar, hotel ini terletak di antara ruko-ruko dan terlihat kurang meyakinkan pada awalnya tetapi begitu masuk ke dalamnya, ternyata tempatnya nyaman dan bersih. Rate hotel inipun juga sudah termasuk lumayan bagus.

Hotel tempat kami menginap di KL selama 4 hari 3 malam



Katanya, sih, kita boleh membawa pulang buku yang kita suka dari rak buku dekat resepsionis hotel ini. Saya sendiri pengen sekali membawa salah satu buku pulang bersama saya, tapi tidak ada buku dalam bahasa Inggris, dong. Terpaksa niat saya diurungkan.

Seharusnya kami check in sekitar jam dua siang, tetapi kami mencoba untuk meminta early check in pada resepsionis dan ternyata kami boleh early check in di sana. Pada saat check in, kami harus memberikan refundable deposit sebesar RM30.00 dan tourist tax sebesar RM30.00. Nah, deposit ini fungsinya sebagai jaminan kalau saja ada kerusakan fasilitas kamar yang disebabkan oleh penyewa kamar.




Kamar hotelnya nyaman, cukup lengkap dan bersih untuk ukuran budget hotel. Fasilitasnya agak kuno tetapi sudah sangat cukup untuk dipakai beristirahat. Kamar mandinya sudah dalam ruangan, ya, dan sudah dengan shower air hangat dan dingin. Worth it banget lah!

Fasilitasnya lengkap. Ada AC dan kipas angin, ada televisi jadul juga tapi lumayan lah.

Kami beristirahat sebentar di hotel sambil merencanakan akan pergi kemana. Tujuan pertama kami adalah Kuil Thean Hou yang menurut google maps hanya berjarak 5.2 km. Pikir kami, kami bisa ke sana hanya dengan berjalan kaki. Semangat pelancong kami ketika itu membuat kami begitu terobsesi untuk jalan kaki saja, seperti backpacker-backpacker bule di Bali. Kalau mereka saja bisa berjalan belasan bahkan puluhan kilometer, kenapa kami harus menyerah dengan lima kilometer? Tentu saja kami bisa. Tapi.. hmm, lima kilometer itu jauh! Google maps membuat kami tersesat sampai di Jalan Scott yang akhirnya membuat saya lebih memilih bertanya pada orang sana langsung. Sayapun berinisiatif untuk bertanya pada mbak-mbak yang terlihat sedang menyapu di depan toko. Kata dia, untuk sampai ke Kuil Thean Hou itu tidak mungkin dengan berjalan kaki karena untuk sampai ke sana tidak ada jalur pejalan kaki dan jalannya menanjak tajam. Dia menyarankan kami untuk menumpang dengan Grab saja. Dan betul saja, setelah mengikuti sarannya, kami melihat sendiri bagaimana rute ke Kuil Thean Hou: jalannya menanjak tajam dan memang tidak mungkin bagi kami untuk jalan kaki sampai ke sana!


Sebelum ke Kuil Thean Hou, sebetulnya saya juga ingin jalan ke Little India langsung karena menurut Google Maps, kami seharusnya juga melewati Little India untuk sampai ke Kuil Thean Hou. Pada saat bertanya pada mbak-mbak tadi, saya juga sempat bertanya cara untuk sampai ke Little India. Dia bilang kalau mau ke Little India sebetulnya sudah dekat, dan setelah saya selidiki lebih lanjut, Jalan Scott itu sebetulnya juga sudah termasuk Brickfield, dan di Brickfield itulah Little India berada!


Di Jalan Scott itu juga saya sempat salah sangka dengan salah satu kuil India. Dari arsitekturnya, saya pikir kuil itulah Kuil Sri Mahamariamman dan saya ngotot minta sama adik saya untuk foto di depan kuil itu. Dari tempat bertanya dengan mbak-mbak tadi, saya masih maksa berjalan sampai ke ujung jalan Scott, tempat kuil itu berdiri. Ternyata setelah foto dari seberang jalan, kami baru menyadari kalau kuil itu bukanlah kuil yang saya maksudkan. Ternyata itu Kuil Sri Kandaswamy, bukannya Kuil Sri Mahamariamman. Tapi meskipun saya salah persepsi dan tidak sempat mengunjungi Sri Mahamariamman Temple sampai pulang kembali ke Indonesia, toh, saya tetap berfoto di depan kuil yang juga terkenal. Jadi, ya, anggap saja impas. Haha.

Ini Sri Kandaswamy Temple di Jalan Scott, ya (foto diambil setelah berjalan kaki kurang lebih tiga kilometer.)

Lanjut wisata religius ke Thean Hou Temple, saya dan adik saya langsung beribadah dan foto-foto setelahnya. Usut punya usut, ternyata kuil ini terkenal sebagai kuil untuk meminta jodoh, jadi bagi kalian yang jomblo bisa sekalian berdoa meminta jodoh, ya. 😃





Yue Lao, alias Match Maker from Heaven. Menurut legenda, pada buku yang dia bawa itulah telah tertulis nama-nama orang dan jodohnya masing-masing dan pada waktunya nanti, ia akan mengikatkan benang merah di kaki pasangan itu dan menyatukan mereka dalam cinta. Bagi yang jomblo, bisa memohon padanya supaya enteng jodoh.

Sepulang dari Thean Hou Temple kami mampir makan sore dulu di McD karena kami tidak punya ide mau makan apa dan setelahnya kami kembali ke hotel untuk beristirahat lagi.


Malamnya kami memilih jalan-jalan ke Pavilion, Bukit Bintang. Pavilion ini termasuk salah satu mall terkenal di kawasan Bukit Bintang, KL. Mall ini juga besar banget kalau dibandingkan dengan mall yang ada di Bali.


Penghujung malam itu, kami habiskan untuk berjalan kaki ke KLCC. Teman adik saya kebetulan sedang ada acara di KLCC dan mereka bersepakat untuk bertemu di sana. Jadi sekalian jalan-jalan, akhirnya kami pergi ke sana dengan berjalan kaki melalui jalan penghubung (walkway) dari Pavilion Mall menuju ke KLCC. Tidak jauh, kok, dan aman. 

Ini walkway yang bisa kita lewati kalau ingin ke KLCC lewat Pavilion, Bukit Bintang.

Penampakan Twin Tower dari KLCC -dan muka stunned kami karena baru sadar Twin Tower ada di hadapan kami.

Kalau boleh jujur, sejak hari pertama saya sudah dibuat terkagum-kagum dengan semua alat transportasi dan fasilitas umum di Negeri Jiran itu karena meskipun dipakai umum, semuanya terawat dan bersih. Untuk sampai ke satu tempat ke tempat lain yang ada di tengah kotapun juga bisa dijangkau dengan mudah dan termasuk aman. 


Menurut saya, KL ramah bagi tourist perempuan, even untuk yang pemula seperti saya. Hanya ada beberapa kawasan yang masuk area merah untuk masalah keamanan dan you know what, kata orang Petaling Jaya termasuk kawasan rawan copet! Ya, saya menginap di Petaling dan baru tau hal itu setelah seorang nenek-nenek yang kami temui di Thean Hou Temple mewanti-wanti kami untuk berhati-hati di sana. Bersyukur ada yang mengingatkan kami, jadi kami lebih berhati-hati lagi kalau berjalan-jalan di kawasan Petaling sehingga selama tinggal di sana, saya dan adik tidak sampai mengalami hal yang kami takutkan. Pokoknya tetap awas dan berhati-hati saja. Jaga barang bawaan karena meskipun hal itu kedengarannya hanya untuk menakut-nakuti tetapi lebih baik mencegah sebelum terjadi, kan. Tetapi, meskipun kesan Petaling 'seseram' itu, I find myself enjoying my time there. Ada banyak jenis kuliner terutama Chinese Food yang wajib coba! Mungkin saya akan bikin post khusus tentang makanan-makanan apa yang sudah kami coba selama di KL, dan karena stay di Petaling, mungkin makanan yang akan saya ceritakan dominan dari Petaling, ya.


Oke, segitu dulu post untuk cerita di hari pertama kami di KL. Menyusul cerita hari kedua di post selanjutnya, ya.


Warmly,

Golda ❤️

Mar 14, 2019




Liburan kali ini memang liburan yang sangat saya nanti-nantikan sejauh ini karena liburan Nyepi di kantor saya kebetulan sampai akhir pekan, jadi saya memiliki waktu libur yang lumayan panjang dan tentunya sayang sekali untuk dilewatkan. Maklum, berkaca dari pengalaman sebelumnya, saya sudah beberapa kali melewati libur panjang yang cuma saya habiskan di rumah saja dan tidak kemana-mana. Sayang sekali. Jadi, begitu tau kalau bulan Maret ini saya bakal dapat libur sekitar lima hari penuh, saya langsung wanti-wanti adik saya untuk tidak membuat rencana apapun kecuali menemani saya trip ke Malaysia dan Singapura. 


Jadi planning-nya begini, kami berencana menghabiskan tanggal 6 sampai tanggal 9 pagi di Malaysia dan tanggal 9 sampai 10 siang kami ada di Singapura. Rencana awal, saya sendiri hanya ingin mampir ke Malaysia, namun begitu tau kalau ada pilihan transit di Singapura selama seharian penuh, kenapa tidak saya ambil? Itung-itung lumayan lah untuk nambah cap di paspor. 


Untuk tiket pesawat akhirnya kami sepakati untuk berangkat di tanggal 5 Maret malam dari Ngurah Rai Airport langsung ke KLIA. Untuk pulangnya, kami mengambil pilihan tanggal 9 pagi berangkat dari KLIA lalu transit di Changi sekitar dua puluh tiga jam dan boarding kembali ke Bali tanggal 10 Maret pagi dengan estimasi mendarat di Bali sekitar pukul 13.00 WITA.


Setelah menunggu berbulan-bulan lamanya, akhirnya hari yang saya nanti-nantikan datang juga! Tanggal 5 Maret 2019 kemarin, sepulang kerja saya langsung bersiap untuk berangkat ke Negeri Upin Ipin -eh, Jiran!






Jujur, saya tidak memiliki persiapan yang banyak soal liburan ini. Saya cuma pengen merasakan sweet escape dan juga tidak ingin ribet-ribet ngurus masalah packing barang. Saya juga tidak punya planning yang matang tentang objek-objek wisata yang ingin saya kunjungi, bahkan, ketika saya sudah duduk di pesawat menuju ke Malaysia, saya masih belum memiliki 'rundown' yang jelas soal hal tersebut. Saya hanya memiliki ide untuk jalan-jalan ke objek-objek wisata wajib khas turis tetapi belum memikirkan hal-hal mendukung lainnya. Baru deh, di pesawat saya sibuk memikirkan akan kemana saja. Itupun juga tidak benar-benar jelas, karena saya juga masih memberikan ruang untuk perubahan mendadak. Menurut saya, rencana apapun setelah dijalani pasti bisa berubah juga, jadi jangan terlalu strict-strict banget-lah sama planning supaya tidak stres kalau seandainya karena satu dan lain hal beberapa hal tidak met the expectation. Malahan, terkadang di situlah muncul keseruan-keseruan yang tidak kita duga sebelumnya. Sifat saya yang satu ini malah berbanding terbalik sama prinsip adik saya yang strict sama planning, tapi justru hal itulah yang membuat saya dan adik saya jadi klop banget hampir di berbagai situasi. 


sesaat setelah mendarat di KLIA Malaysia


*By the way, ini trip pertama kami yang paling jauh dan hanya berdua saja. So this is also the first time we have test the water together.*


Jadi, setelah berembug singkat di pesawat dengan adik saya, dengan pertimbangan lelah perjalanan, kami sepakat untuk hari pertama akan kami habiskan di tengah kota saja. Oh iya, kami memilih menginap di daerah Petaling Jaya, kawasan China Town yang terkenal itu karena selain harganya yang terjangkau, saya pikir, kalau cuaca buruk dan kami tidak bisa pergi jauh-jauh paling tidak kami bisa jalan-jalan di sekitar Petaling.


..And then our adventure begin!


Anyway, post tentang trip ini akan saya buat berseri, ya. Nanti juga akan saya sertakan pengalaman-pengalaman trip dan tips-tips amatiran saya yang sudah saya alami sepanjang liburan saya kemarin yang mudah-mudahan juga dapat membantu memberikan sedikit gambaran bagi teman-teman yang ingin pergi berlibur singkat, khususnya ke Malaysia dan Singapura.


Please also share your thoughts atau pengalaman berlibur kalian di kolom komentar, ya!


Salam hangat,

Golda ❤️

Dec 14, 2018


Ini, nih, produk masker lokal yang sejauh ini paling saya suka! Hampir enam bulan pakai masker ini setiap seminggu sekali dan menurut saya hasilnya cukup membuat hati senang. Soalnya setiap setelah pakai ini, saya langsung merasakan manfaat melembabkan dari masker ini dan membuat wajah saya terasa lebih lembab dan segar.

Deskripsi dan ingredients produk (klik untuk memperbesar gambar)

Masker ini untuk all skin types, ya. Kulit wajah saya sendiri tergolong normal, dan cenderung berminyak dalam keadaan tertentu, misal sewaktu stress. Masker ini cukup membantu menyeimbangkan kadar minyak di wajah saya. Nilai plusnya lagi dari masker ini menurut saya adalah wanginya yang kalem dan menenangkan. I find it really calming!

Cara pakainya bisa dilihat pada bagian belakang tube. Saya sendiri --kadang-kadang sebelum berencana maskeran, menyimpan masker ini di kulkas. Jadi ketika pulang kerja dan pikiran ruwet, memakai masker ini dalam keadaan dingin, ditambah wanginya yang menenangkan membuat saya merasa relaks.



Overall review kali ini, saya tidak menyebutkan nilai minus apapun karena saya memang tidak menemukan nilai minus apapun dari produk ini terhadap kulit wajah saya. Meskipun efek melembabkannya tidak bertahan lama -like for a few days- (karena memang ini produk masker bukan pelembab) jadi setelah maskeran wajib mengunci kelembaban kulit dengan pelembab sesuai kebutuhan kulit. Tapi meskipun begitu, saya tidak menganggap efek melembabkan yang hanya bertahan sebentar itu sebagai kelemahan produk ini. Sebagai masker, this product doing a really good job for my skin and I love it!

Price: Rp 25.000 - Rp 30.000 ukuran 60 ml.

Plus Side:
+ Melembabkan dan sekaligus menyeimbangkan kadar minyak di wajah
+ Wanginya menenangkan
+ Setelah pemakaian, wajah tampak lebih segar

Minus Side: Nope!

Rate: 5/5

Nov 16, 2018



Sanur always got a place somewhere in my heart. It is.

Saya selalu jatuh cinta pada Sanur. Tak peduli sudah beratus-ratus kali saya singgah ke Sanur, saya tetap menemukan diri saya jatuh hati pada tempat ini, and I think it will always be like that. 

Kalau biasanya saya ke Sanur setiap hari Minggu saja, sekarang saya juga menjadwalkan untuk ke sana setiap hari Jumat malam. Kenapa? Karena setiap Jumat malam ada salah satu cafe kecil di Jalan Danau Tamblingan Sanur yang menyuguhkan jam session jazz di sana. Namanya Mostly Jazz Brew.







Pertama kali tau tempat ini dari teman-teman saya. Salah seorang teman saya, Titak, demen banget menghabiskan waktu di sana. Nah, karena cerita dia, akhirnya saya tertarik buat coba ke sana bareng sama dia. I am glad she told me about this place because I ended up liking this place as well.

What makes this place sooo amazing adalah karena jam session-nya di eksekusi langsung sama pemilik cafenya sendiri yaitu Indra Lesmana! If you adore music, if you love jazz and if you dying to see him playing music live in front of you, surely you should come to this place!



Tempatnya terbuka dan mungil, namun suasananya inviting untuk ngopi-ngopi dan menghabiskan malam sambil chattering sama teman sambil diiringi music jazz. Suasana Sanur di malam hari yang tenang berpadu sempurna dengan alunan musik jazz. I find it calming. Bagi kamu yang ingin unjuk gigi bermain musik jazz, sepertinya kamu juga bisa adu kebolehan jamming bareng musisi jazz di sana.



Jamming sessionnya dimulai dari pukul 7 malam sampai jam 10 malam, ingat hanya setiap hari Jumat saja. Saran saya, datanglah lebih awal supaya bisa memilih tempat duduk karena hanya butuh waktu sebentar untuk kehabisan tempat.


Mulai sekarang, tempat ini menjadi salah satu pilihan saya untuk menikmati Jumat malam. If you have nothing to plan on your Friday night, you can come to this place too!

Oct 24, 2018


Sebelumnya, tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk ikut kelas tentang membuat kopi. Haha. Saya bukan seorang barista, tetapi saya tidak menampik bahwa saya termasuk seorang penikmat kopi. Salah satu ingatan masa kecil yang masih membekas di benak saya adalah, waktu kecil dulu, saya suka sesekali nyolong kopi Mama saya di dapur (tbh, sampai sekarangpun, kalau Mama saya bikin kopi, saya masih suka nyolong seteguk dua teguk lalu ngelengos pergi. Haha).

Keluarga besar saya, baik dari pihak Papa maupun Mama, keduanya suka sekali ngopi. Kata Mama saya, di keluarganya dulu, anak-anak kecil sudah diajarkan untuk ikut ngopi bareng orang tua mereka, jadi wajar saya mewarisi hal yang sama. Tidak heran saya jadi suka ngopi juga.

Tetapi sebelumnya kopi tidak pernah jadi hal yang serius buat saya. Saya tidak terlalu memusingkan jenis kopi apa yang saya minum. Jadi, sebelumnya, saya tipe penikmat kopi yang masa bodoh. Saya tidak pernah tertarik untuk tau dari mana kopi saya di tanam dan sebagainya. Asalkan kopi yang saya minum sudah enak menurut lidah saya, saya merasa sudah cukup senang. Simpel.

Tetapi nyatanya masalah per-kopi-an ini punya seninya sendiri. Sebelumnya saya tidak pernah benar- benar memahaminya, oleh karenanya saya tertarik untuk setidaknya expand pengetahuan saya soal ini.

Agustus kemarin, saya berkesempatan untuk tau lebih jauh tentang kopi setelah saya mendaftarkan diri secara mendadak dalam kelas pengenalan pembuatan kopi dan latte art yang diadakan di Biliq Bali Co-Sharing Space oleh Red Castle Coffee. Saya sebut mendadak karena saya waktu itu hanya melihat sepintas post Instagram tentang kelas kopi ini, dan tanpa pikir panjang -and without any companion of my friend, saya nekat mendaftar sendiri ke kelas itu. Hal itu semata-mata saya lakukan supaya bisa menjawab rasa kepo saya soal kopi. Sebagai penikmat kopi, saya merasa ingin mempelajari atau setidaknya tau lebih banyak tentang kopi itu sendiri. So I dare myself to join this afternoon class.



Admiring sekitar sebelum kelas mulai

Sabtu itu, saya benar-benar datang sendiri. Ini pengalaman mendebarkan buat saya karena hari itu pertama kalinya saya mengikuti kelas tentang kopi, sendirian, dan benar-benar datang tanpa pengetahuan yang seberapa tentang kopi itu sendiri.

Sesi Pertama

Kelas di mulai dengan sejarah kopi, asal muasalnya, lalu proses pembuatan kopi hingga tekhnik dalam pembuatan kopi secara teoritis. Berbeda dengan saya, kelas yang diisi sekitar dua puluh orang itu diikuti oleh penikmat kopi yang paling tidak sudah mengerti istilah-istilah soal kopi seperti brew, cold brew, crema, grinding, foam dan sebagainya. Haha, but then, now I know. ;)

Membedakan halus dan kasarnya serbuk kopi

Sesi kedua kemudian diisi dengan praktik. Nah, praktiknya sendiri tidak dilakukan oleh pesertanya langsung, tetapi melihat bagaimana Paulus Nugraha dari Red Castle Coffee mengeksekusi teori yang sudah dijelaskannya tadi di sesi pertama menjadi gelas-gelas kopi yang siap dicicipi oleh peserta. Pada saat itulah, kami tau bahwa proses grinding, takaran serbuk kopi, kuatnya tekanan, lama proses pembuatan, suhu air dan lama ekstraksi semuanya akan mempengaruhi cita rasa dari kopi itu sendiri meskipun biji kopinya dari bungkus yang sama. It's kinda mind blowing buat saya yang benar-benar awam soal ini.

Cappucino

Latte

Setelah menyicipi the father of all coffee, yakni espresso, kami lanjut menyicipi milk based dan melihat sendiri bagaimana latte art itu sendiri. Di sini saya belajar pembuatan tiga jenis milk based coffee yakni cappucino, latte dan flat white dan apa perbedaan ketiganya.

Bubaran kelas

Siang itu, setelah acara selesai, kami sebagai peserta masing-masing diberikan cinderamata berupa biji kopi dari Red Castle sendiri dan sertifikat peserta. Tetapi lebih dari itu semua, saya pulang dengan banyak pengetahuan baru tentang kopi.

From now on, I know how a good coffee taste like.
Powered by Blogger.